BAB III
PEMBAHASAN
Konsep Ilmu Pengetahuan ditinjau dari tiga sisi, yaitu:
- Dari sisi ontologis
- Dari sisi epistemologis
- dari sisi aksiologis
I. SISI ONTOLOGIS
Berbicara tentang hakikat pengetahuan, marilah kita tinjau pendapat Langeveld tentang definisi pengetahuan. Akan tetapi, apa yang diutarakanya tidak lain adalah ciri dari pengetahuan, bukan hakikatnya sebab hakikat sesuatu terlepas dari subyek yang mengamati (ding an sich).
Perlu ditegaskan bahwa pengetahuan tidak sama dengan pengertian. Istilah daya serap yang lazim digunakan dalam lapangan pendidikan (pengajaran), tudak lain adalah pengertian. Kata daya serap adalah kesanggupan menangkap sesuatu yang bukan keseluruhan, melainkan yang hanya merupakan sebagian. Sebagian inilah menjadi cirri-ciri sesuatu.
Jadi, kalau antara pengetahuan da pengertian dibandingkan, maka daoat dinyatakan bahwa pengetahuan adalah pengamatan terhadap keseluruhan benda atau peristiwa. Dengan demikian pada pengertian terdapat unsur penyusutan terhadap sesuatu.
Pengertian bersifat subjektif, artinya ciri yang tertangkap oleh sebagian orang akan berlainan karena daya tangkap orang yang tidak sama. Contoh yang jelas adalah perbedaan daya tangkap siswa yang tertulis dalam bentuk angka pada rapor atau ijazah. I.R. Poedjawijatna menyatakan bahwa tahu mungkin lebih bersifat statis. Manusia mungkin tahu, tetapi tidak mengerti; tetapi sebaliknya kalau ia mengerti, tentulah tahu. Pada berbagai peristiwa, orang mengalami hal serupa ini.tradisi atau hafalan lebih menunutut untuk diketahui daripada dimengerti.
Mengerti lebih bersifat dinamis. Disitu tampak jelas bahwa manusia dengan daya tahunya hendak menelusuri objeknya, lebih erat. Oleh karena itulah, orang yang mengerti, sedikit sekali kemungkinanya untuk lupa (tidak ingat). Pengertian mengatasi batasmateri; ia melewati dan menembus ruang dan waktu. Dalam ilmu hokum islam, mengikuti ajaran madzhab dengan pengertian ini disebut ittiba’.
Apakah sebenarnya yang dinamakan pengetahuan itu?. Terhadap pertanyaan tentang hakikat ilmu pengetahuan in dua aliran, yaitu realisme dan idealisme, menjawab saling bertentangan. Menurut realisme (serba nyata), pengetahuan adalah salinan objektif (menurut kenyataan) dari apa yang ada pada alam sesungguhnya (fakta atau hakikat). Sedangkan menurut idealisme (serba cita), pengetahuan adalah gambaran subjektif (menurut tanggapan) tentang apa yang ada pada alam yang sesungguhynya.[1]
Jadi, menurut realisme, penetahuan itu adalah potret yang persis sama dengan keadaan sebenarnya. Berbeda halnya dengan pendapat tersebut, idealisme berpendapat bahwa pengetahuan hanyalah rekaan akal yang jelas mustahil sama dengan yang sebenarnya. Apabila ditelaah lebih jauh, pendapat realisme ada benarnya jika diperhatikan dari arti definitive tahu sebagai mencamkan objek, jadi menangkap sasaran sebagaimana adanya. Akan tetapi, idealisme pun tidak salah kalau oranh memahami arti tahu sebagai kegiatan akal, jadi cenderung bergeser dari semestinya.
Pada dasarnya cara kerja ilmu pengetahuan adalah kerja mencari hubungan sebab-akibat atau mencari pengaruh sesuatu terhadap yang lain. Asumsi dasar ini oleh Fred N. Kerlinger (Foundation of Behavior Research, 1973: 378) dirumuskan dalam ungkapan post hoc, ergo propter hoc (ini, tentu disebabkan oleh ini). Asumsi ini benar bila sebab-akibat itu memiliki hubungan rasional.
Ilmu atau sain berisi teori. Teori itu pada dasarnya menerangkan hubungan sebab-akibat. Sain tidak memberikan nilai baik atau buruk, halal atau haram, sopan atau tidak sopan, indah atau tidak indah; sain hanya memberikan nilai benar atau salah. Kenyataan inilah yang menyebabkan orang menyangka bahwa sai itu netral. Dalam konteks seperti itu memeng ya, tetapi dalam konteks lain belum tentu ya.
II. SISI EPISTEMOLOGI
Sebelum kita mengetahui tentang bagaimana memperoleh ilmu pengetahuan, maka kita terlebih dahulu untuk mengetahui unsure-unsur, macam-macam ilmu pengetahuan, tumpuan ilmu pengetahuan dan batas pengetahuan pengetahuan, dimana hal-hal tersebut sangat berpengaruh pada saat memperoleh ilmu pengetahuan.
Yang pertama yaitu tentang unsur-unsur pengetahuan. Ungkapan unsure yaitu pengamatan (mencamkan),sasaran (objek), dan kesadaran (jiwa).ketiga unsure ini merupakan kesatuan yang saling mengikat.
Pengamatan ialah penggunaan indera lahir atau batin untuk menangkap objek. Pengamatan merupakan bentuk pengalaman yang digunakan untuk memperoleh suatu ilmu pengetahuan. Bentuk lain ialah pengamatan subjek berada diluar sesuatu; sedangkan dalam pengalaman, subjek justru berada didalamnya. Dilihat dari sisi pengantaranya, ada dua macam pengalaman, yaitu pengalaman lahir dan pengalaman batin. Pengalaman lahir ditangkap oleh indera lahir (pancra indera), adapun pengalaman batin hanya bias dihayati oleh indera batin.
Sasaran adalah sesuatu yang menjadi bahan pengamatan. Bagaimana validitas pengetahuan seseorang?. Diantaranya yang menentukannya ialah jenis sasaranya:
a) Kalau saasaranya adalah objek empiris, maka pengetahuanya disebut sungguh,karena terbukti dalam kenyataan pengalamanya;
b) Jika sasaranya adalah objek ideal, maka pengetahuannya disebut pasti, karena tunduk pada hokum pirkir;
c) Bila sasaranya adalah objek transenden, maka pengetahuanya disebut yakin, karena hanya berada dalam alam kepercayaanya.
Kesadaran adalah salah satu dari alam yang ada pada diri manusia. Jiwa terdiri atas dua dunia, yaitu alam sadar dan alam bawah sadar. Keduanya senantiasa ada pada satu waktu, diman alam bawah sadar jauh lebih besar dari pada alam sadar. Contoh: pada saat orang membaca misalnya, apa yang ia sadari hanyalah bacaan yang ada dihadapanya, seadngkan hal yang lain, seperti dirinya, pakainya, sikapnya, dan tempat duduknya, atau situasi sekitarnya, sama sekali tidak disadari.
Kemudian yang kedua adalah mengetahui macam pengetahuan. Dilihat dari segi lingkup sasaranya, ada dua macam pengetahuan, yaitu pengetahuan umum (contoh pertama) dan pengetahuan khusus (contoh kedua). Dalam hal ini perlu dihindari penyamaan pengetahuan dengan ilmu. Pengetahuan umum masuk kedalam dunia idea, tertangkap dalam pikiran, berada dalam alam abstrak, dalam ketentuanya berlaku universal. Sedangkan pengetahuan khusus masuk kedalam dunia empiris, tertangkap dalam pengalaman, berada dalam alam konkrit, dan ketentuanya berlaku partikular.
Pengetahuan langsung hampir setiap saat dapat ditemui orang dalam hidupnya, baik melalui pengamatan lahior dan pengamatam batin. Orang menyebut pengetahuan ini sebagai pengalaman (empiris). Mendapatkanya tidak sulit asal ada kesadaran. Berbeda dengan ha itu, untuk mendapatkan pengetahuan tak langsung secara konklusi, diperlukan pemikiran lurus. Lain lagi pengetahuan tak langsung melalui autorirti, disitu dibutuhkan kemantapan hati.
Apa yang dikemukakan diatas adalah jenis pengetahuan dan cara mendapatkanya dalam hubunganya dengan alam disana. Miska Muhammad amien menjelaskan adanya dua macam pengatahuan wahyudan pengetahuan ilham.[2]
Dengan adanya berbagai jenias pengetahuan diatas, timbul pertanyaan, bagaimana manusia bias tahu?. Bagaimana orang (konkrit) bias berpindah adri pengetahuan indera (konkrit) menuju pengetahuan budi (abstra) ?.
Menurut I.R. poedjawijatna, jalan menuju perolehan pengetahuan ialah penginderaan, tanggapan, ingatan, dan fantasi.
Dalam menangkap objek konkrit, tidak semua indera digunakan, melainkan hanya indera tertentu. Oleh karena itu, pengetahuan yang diperolehpun tertentu pula, berlaku bagi hal yang khusus. Sebagai cintoh, awan hanya bias dilihat, suara hanya bias didengar.
Indera mempunyai batas jangkauan, dan juga memiliki kelemahan. Pada jarak yang melebihi ketentuan suara menjadi tidak terdengar. Tongkat yang dicelupkan sebagian kedalam air, terlihat bengkok. Maka tinggal kepandaian akallah untuk memutuskannya. Indera yang menangkap rangsanga (objek) diluar, akan meninggalkan kesan pada manusia, yng berupa cirri atau sifat objek itu. Kesan itu disebut tanggapan. Tanggapan ini mungkin jelas, mungkin juga samar, boleh jadi berisi banyak sifat, akan tetapi bis ajuga hanya sedikit. Disini, factor selera banyak menentukan kadar pengetahuan. Akibatnya, hanya ospek tertentu dari objek tersebut yang diperhatikan, artinya pengetahuan belum menyeluruh (pengetahuan khusus).
Tanggapan sebagai hasil penginderaaan ini kemudian (seakan-akan) disimpan oleh manusia, dan pad awaktu tertentu ia akan muncul dengan sendirinya atau disengaja. Hal in disebut ingatan. Gambaran objek yang telah diindera menjadi bahan ingatan, mungkin semakin lama semakin memudar dan akhirnya lenyap. Namun harus disadari bahwa hal itu tetap tersimpan dalam jiwa manusia. Keadaan pada sat gambaran itu sirna, disebut lupa.ingatan berperan penting dalam hidup.
Guna membuktikan dan membenarka bahwa dirinya memiliki pengetahuan, seseorang akan mengucapkan atau menukiskanya dalm bentuk perkataan. Perkataan adalan dereta kata-kata yang mengungkapkan maksud. Akan tetapi, adakalanya seseorang memiliki pengetahuan bahas ayang rendah atau perbendaharaaan yang terbatas, sehingga dituntut lihai memilih kata-kata yang tepat (diction), gaya yang bermakna (style), sussunan yang rapi (composition),dan alas an yang kuat (argumentation).
Bagaimana tahap pengetahuan orang akan sesuatu, Ahmad Hanafi, M.A., mengemukakan beberap fase pengenalan:[3]
1) Mengamati hal inderawi secara beruntun: bentuk-warna-ukuran-letak-dan seterusnya. Misalnya bola bulat putih yang besar dikeranjang.
2) Mengenal cirri pokok (esensial) sekalipun sifat inderawi (aksidental)nya berubah-ubah. Misalnya, kursi makan. Ciri esensialnya, adalah alas, kaki, sandaran, sedangkan cirri aksidentalnya, adlah model, bahan, ukuran, dan seterusnya.
3) Mengaitkan sesuatu dengan sesuatu yang lain berdasarkan kemiripanya atau pertalian kegiatan, untuk dijadikan pengalaman. Misalnya, hubungan antara awan tebal dan turun hujan, antara minum obat dan sehat kembali.
4) Menyingkap rahasia hubungan sebab akibat (dari dua pengetahuan), dimana pengalaman menjadi ilmu yang diyakini. Misalya, awan tebal mengakibatkan hujan turun karena awan tebal mangandung uap air.
5) Menylidiki persoalan yang lebih umum dan lebih jauh, yang hanya ditanggulangioleh akal pikiran semata (hal yang berada dibelakang ilmu positif) yaitu filsafat. Misalnnya mempertanyakan, dari apakah benda pada umumnya tersusun?.
6) Memahami makna pengetahuan itu sendiri, serta cara dan syarat pengetahuan, yang tidak memiliki kemiripan dengan ilmu positif, yaitu logika.
7) Memperhatikan apa yang seharusnya diperbuat oleh perseorangan atau masyarakat, yang berbeda dengan tinjauan sosiologi (gejala kemasyarakatana), yaitu etika atau akhlak.
Secara singkat, orang mengenal sesuatu secara bertahap, yaitu ujud lahiriahnya, cirri pokoknya, hubunganya dengan hal yang lain, ikatan kausalitasnya, penyebab utamanya, proses pendalamanya, dan penerapan tindak lanjutnya.
v Ukuran Dan validitas Kebenaran iIlmu Pngetahuan
Ilmu berisi teori-teori. Jika kita mengambil buku Ilmu (sain) Pendidkan, maka kita akan menemukan teori-teori tentang pendidikan. Ilmu memebicarakan teori-teori bumi, ilmu hayat membahas tentang teori tentang makhluk hidup. Demikian seteruanya. Jadi, isi ilmu adalah teori. Jika kita bertanya apa ukuran kebenaran ilmu pengetahuan, maka yang kita Tanya adalah apa ukuran kebenaran teori-teorinya.
Jika hari hujan terus, maka orang tidak dapat menjemur padi, penawaran beras akan turun, jumlah oranag yang memerlukan akan tetap, orang berebut membeli beras, kesempatan itu dimanfaatkan pedagang beras untuk memperolrh untung sebesar mungkin, maka harga beras akan naik. Jadi, logislah bila bila hujan terus harga beras akan naik. Hipotetis itu lulus ujian pertama, uji logika. Kedua, uji empiris. Adakan eksperimen. Buatlah hujan buatan selama mungkin, mesin pemanas gabah tidak diaktifkan, beras dari daerah lain tidak masuk. Perikasa pasar. Apakah harga beras naik? Secara logika seharusnya naik. Dalam kenyataan mungkin saja tidak naik, mislanya karena morang mengganti makanannya dengan selain beras. Jika eksperimen dikontrol dengan ketat, hipotetis tadi pasti didukung dengan kenyataan. Jika didukung dengan kenyataan (beras naik)maka hipotetis itu menjadi teori, dan teori itu benar, karena ia logis dan empiris.
Jika hopetetis terbukti, mak pada saatnya ia menjadi teori. Jika sesuatu teori selalu benar, yaitu jika teori itu selalu didukung bukti empiris, maka teori itu naik tingkay keberadaanya menjadi hukun atau aksioma.
Agaknya banyak mahasiswa menyangka bahwa hipotetis bersifat mungkin benar mungkin salah, dengan kata lain, hipotetis itu kemungkinan benar atau salahnya sama besar, fifty-fifty. Pesangkaan itu salah.
Hipotetis dalam ilmu pengetahuan dialah pernyataan yang sudah benar secara logika, tetapi belum ada bukti empirisnya. Belum atau tidak ada bujti empiris bukanlah bukanlah merupakan bukti bahwa hipotwtis itu salah. Hipotetis benar, bila logis, titik. Ada atau tidak ada bujti empirisnya adalah soal lain. Dari sis\ni yahulah kita bahwa kelogisan suatu hipotetis-juga teori-lebih penting ketimbag bukti empirisnya. Dan yang terakhir, bahwa kesimpulan itu penting.
3. SISI AKSIOLOGIS
A. KEGUNAAAN PENGETAHUAN ILMU PENGETAHUAN
Apa guna ilmu pengetahuan? Pertanyaan sama dengan apa guna pengetahuan ilmiah karena ilmu pengetahuan isinya teori (ilmiah). Secara umum, teori artinya pendapat yang beralasan. Alasan itu dapat berupa argument logis, ini teori filsafat; berupa argument perasaan atau keyakinan dan kadang-kadang empiris, ini teori dalam pengetahuan mistik; berupa argument logis-empiris, ini teori sain.
Berbagai ilmu pengetahuan yang ada sampai sekarang ini seecara umum berfungsi sebagai alat untuk membuat eksplanasi kenyataan. Ilmu pengetahuan merupakan suatu system eksplanasi yang paling dapat diandalkan dibandingkan dengan system lainya dalam memahami masa lampau, sekarang , serta mengubah masa depan.[4]Bagaimana contohnya?
Akhir tahun 1997 di Indonesia terjadi gejolak moneter, yaitu nilai rupiah semakin murah dibandingkan dengan dolar (kurs rupiah terhadap dolar turun). Gejala ini telah memberikan dampak yang cukup luas terhadap kehidupan di Indonesia . Gejalanya ialah harga semakin tinggi. Bagaimana menerangkan gejala ini?
Teori-teori ekonomi (mungkin juga plitik) dapat menerangkan (mengeksplanasikan) gejala itu. Untuk mudahnya, teori ekonomi menyatakan karena banyaknya utang luar negeri jatuh tempo (harus dibayar), hutang itu harus dibayar dengan dolar, maka banyak orang yang memerluakan dolar, karena banyak orang membeli dolar, maka harga dolar naik dalam rupiah. Nah, ini baru sebagian gejala itu yang dipeksplanasikan. Sekalipun baru sebagian, namun gejala itu telah dapat dipahami ala kadarnya, sesuai dengan apa yang dieksplanasikan itu.
Anad aakan dapat menjelaskan (mengeksplanasikan) jika anda menguasaia tepri yang mampu menjelaskan gejala (nakal) itu. Menurut teori sain pendididkan, anak-anak yang yang orang tuanya cerai (biasanya disebut broken home), pada umumnya berkembang menjadi anak nakal. Penyebabnya adalah karena anak-anak itu tidak dapat pendidikan yang baik dari kedua orang tuanya. Padahal pendidikan dari kedua orang tuanya amat penting dalam pertumbuhan anak menuju dewasa. Itulah sebagian dari kegunaan dan manfaat dari adanya suatu ilmu pengetahuan, dan banyak lagi contoh-contoh yang lain yang banyak.
Aksiologi adalah studi tentang nilai. Nilai adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan.
Etika keilmuwan merupakan etika normative yang merunuskan pronsip-prinsip etis yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan dapat diterapkan dalam ilmu pengetahuan. Tujuan etika keilmuwan adalah agar seorang ilmuwan dapat menerapkan prinsip-prinsio moral, yaitu yang baik dan dapat menghindarkan dari yang buruk kedalam perilaku keilmuwanya, sehingga ia dapat menjadi ilmuwan yang dapat mempertanggungjawabkan perilaku ilmiahnya. Etika normative menetaokan kaidah-kaidah yang mendasari pemberian penilaian terhadap perbuatan-perbuatan apa yang yang seharusnya dikerjakan dan apa yang yang seharusnya terjadi serta menetapkan apa yang bertentangan dengan yang seharusnya terjadi.[5]
B. BEBAS NILAI
Bagaimana kita mengetahui nilai dalam ilmu pengetahuan. Seorang haruslah bebas dalan menentukan topic penelotiannya, bebas dalam melakukan eksperimen-eksperimen. Kebebasan inilah yang nantinya akan dapat mengukur kualitas kemampuananya. Ketik seoraang ilmuwa bekerja, dia hanya tertuju pada proses kerja ilmiahnya and tujuan agar proses penelitianya berhasil dengan baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utmanya, dia tidak mau terikat dengan nilai-nilai subjektif, seperti nilai-nilai dalam masyarakat, nilai agama, nilai adapt, dan sebagainya. Bagi seorang ilmuwan kegiatan ilmiahnyadengan kebenaran ilmiah adalah yang sangat penting.
Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan telah menciptakan bentuk kemudahan bagi manusia. Namun apakah hal itu selalu demikian? Bahwa ilmu pengetahuan dan teknologinya merupakah berkah dan penyelamat bagi manusia, tebebas dari kutuk yang membawa malapetaka dan sengsara? Memang dengan jalan mempelajari teknologi seperti pembuatan bom atom, manusia bisa memanfaatkan wujudnya sebagai sumber energi bagi keselamatan manusia, tetapi dipihak lain hal ini bisa juga berakibat sebaliknya, yakni membawa manusia kepada penciptaan bom atom yang menimbulkan malapetaka.[6]
[1] Harun nasution, filsafat agama, Cet,VI; Jakarta , 1987,hal.7.
[2] Miska Muhammad Amien, Epistemologi Islam, Jakarta ,1983,hal. 19.
[3] Ahmad Hanafi, MA., Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Jakarta , 1990, hal 5.
[4] T. Jacob, Manusia, ilmu dan teknologi,, hal 7-8
[5] Louis O. Kattsoff, Elemen , hal. 352.
[6] Burhanuddin Salam, op.cit., hal. 172.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar