hadits sohih
hadis hasan
hadits doif,,
DEFINISI HADIST
1.       Pengertian  Hadits
Menurut bahasa kata hadits memiliki arti;
1)      al  jadid minal asyya (sesuatu yang baru), lawan  dari qodim. Hal ini mencakup sesuatu (perkataan), baik banyak  ataupun sedikit.[1]
2)      Qorib  (yang dekat)
3)      Khabar  (warta), yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari  seseorang kepada orang lain dan ada kemungkinan benar atau salahnya.[2]  Dari makna inilah diambil perkataan hadits Rasulullah saw.[3]
Jamaknya adalah hudtsan,  hidtsan dan ahadits. Jamak ahadits-jamak yang tidak  menuruti qiyas dan jamak yang syad-inilah yang dipakai jamak hadits yang  bermakna khabar dari Rasulullah saw. Oleh karena itu, hadist-hadits  Rasul dikatakan ahadits al Rosul bukan hudtsan al Rosul atau  yang lainnya.
Ada juga yang berpendapat ahadits   bukanlah jamak dari hadits, melainkan merupakan isim  jamaknya.
Dalam hal ini, Allah juga  menggunakan kata hadits dengan arti khabar, dalam firman-Nya;
فليأتوا بحديث مثله إن كانوا صادقين.
“maka hendaklah mereka mendatangkan khabar yang  sepertinya  jika mereka orang yang benar”  (QS. At  Thur; 24).
Adapun hadits menurut  istilah ahli hadits hampir sama (murodif) dengan sunah, yang mana  keduanya memiliki arti segala sesuatu yang berasal dari Rasul, baik  setelah dingkat ataupun sebelumnya. Akan tetapi kalau kita memandang  lafadz hadits secara umum adalah segala sesuatu yang diriwayatkan dari  Nabi Muhammad saw. setelah diangkat menjadi nabi, yang berupa ucapan,  perbuatan, dan taqrir beliau. Oleh sebab itu, sunah lebih umum daripada  hadits.[4]
Menurut ahli ushul hadits  adalah segala pekataan Rosul, perbuatan dan taqrir beliau, yang bisa  bisa dijadikan dalil bagi hukum syar’i.[5]  Oleh karena itu, menurut ahli ushul sesuatu yang tidak ada sangkut  pautnya dengan hukum tidak tergolong hadits, seperti urusan pakaian.[6]
2.      Pengertian  sunah
Sunah menurut bahasa adalah  perjalanan (jalan yang ditempuh), baik terpuji atau tidak.[7]  Jamaknya adalah sunan.
Sunah menurut istilah  Muhadditsin adalah segala sesuatu yang berasal dari Nabi baik berupa  perkataan, perbuatan, taqrir, sifat, kelakuan, maupun perjalanan hidup,  baik setelah diangkat ataupun sebelumnya.
Sunah menurut istilah ahli  ushul fiqh adalah segala sesuatu yang berasal dari Nabi-selain al  Qur’an- baik berupa perkataan, perbuatan ataupun taqrir yang bisa  dijadikan dalil bagi hukum syar’i.
Suah menurut istilah Fuqoha  adalah sesuatu yang diterima dari Nabi Muhammad saw, yang bukan  fardlu  ataupun wajib.
3.      Pengertian  khabar
Khabar menurut bahasa  adalah berita yang disampaikan dari seseorang kepada orang lain.
Khabar menurut Muhadditsin  adalah warta dari Nabi, Shahabat, dan Tabi’in. oleh karena itu,  hadits marfu’, maukuf, dan maktu’ bisa dikatakan sebagai khabar.  Dan menurutnya khabar murodif  dengan hadits.[8]
Sebagian ulama berpendapat  bahwasannya hadits dari Rosul, sedangkan khabar dari selain Rosul. Dari  pendapat ini, orang yang meriwayatkan hadits disebut Muhadditsin dan  orang yang meriwayatkan sejarah dan yang lain disebut Akhbari.
Adapun secara terminologi  terdapat perbedaan pendapat terkait definisi khabar, yaitu:
1.      Kata  khabar sinonim dengan hadits;
2.      Khabar  adalah perkataan, tindakan, dan ketetapan seseorang selain Nabi  Muhammad. Sedangkan hadits adalah perkataan, tindakan, dan ketetapan  Nabi Muhammad.
3.      Khabar  mempunyai arti yang lebih luas dari hadits. Oleh karena itu, setiap  hadits dapat disebut juga dengan khabar. Namun, setiap khabar belum  tentu dapat disebut dengan hadits[9].
4.      Pengertian  Atsar        
Secara etimologi atsar  berarti sisa reruntuhan rumah dan sebagainya.[10]  Sedangkan secara terminologi ada dua pendapat mengenai definisi atsar  ini. Pertama, kata atsar sinonim dengan hadits. Kedua, atsar adalah  perkataan, tindakan, dan ketetapan Shahabat.
B.     Pengertian  al-Quran, Hadits Qudsi, dan Hadits Nabawi
1)                  Pengertian al-Qur’an
Para ulama berbeda pendapat  terkait dengan pengertian al-Quran dari segi etimologi. Muhammad Ali  Daud dalam kitab Ulum al-Quran wa al-Hadits, menyebutkan enam  pendapat berkenaan pengertian al-Quran dari segi etimologi ini, yaitu:
1.      Imam  Syafi’i berpendapat bahwa al-Quran merupakan nama yang independent,  tidak diderivasi dari kosakata apapun. Ia merupakan nama yang khusus  digunakan untuk firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad.
2.      Menurut  Imam al-Fara’ kata al-Quran diderivasi dari noun (kata benda) qarain,  bentuk jama’ (plural) dari qarinah yang mempunyai arti  indikator. Menurutnya, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad  disebut dengan al-Quran karena sebagian ayatnya menyerupai sebagian  ayat yang lain, sehingga seakan-akan ia menjadi indikator bagi sebagian  ayat yang lain tersebut.
3.      Imam  al-Asy’ari dan sebagian ulama yang lain menyatakan bahwa kata al-Quran  diderivasi dari masdar (abstract noun, kata benda abstrak)  qiran yang mempunyai arti bersamaan atau beriringan. Menurut  mereka, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad disebut dengan  al-Quran karena surat, ayat, dan huruf yang ada di dalamnya saling  beriringan.
4.      Imam  al-Zajaj berpendapat bahwa kata al-Quran diderivasi dari noun  (kata benda) qur-u yang mempunyai arti kumpulan. Menurut  al-Raghib, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dinamakan  dengan al-Quran karena ia mengumpulkan intisari beberapa kitab yang  diturunkan sebelum al-Quran.
5.      Sebagian  ulama mutaakhirin tidak sependapat dengan pandangan yang  menyatakan bahwa al-Quran bersumber dari fi’il (verb, kata  kerja) qaraa yang mempunyai arti mengumpulkan dengan dalil  firman Allah:
إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ
 “Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya  (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya”. (Q. S  al-Qiyamah: 17). 
Menurut mereka, kata kerja qaraa  mempunyai arti memperlihatkan atau memperjelas. Dengan demikian, orang  yang sedang membaca al-Quran berarti ia sedang memperlihatkan dan  mengeluarkan al-Quran.
6.      Menurut  al-Lihyani kata al-Quran diderivasi dari fi’il qaraa yang  mempunyai arti membaca. Oleh karena itu, kata al-Quran merupakan masdar  yang sinonim dengan kata qiraah. Pendapat ini merupakan pendapat  yang paling kuat[11].
Adapun definisi al-Quran  secara terminologi adalah Firman Allah yang berbahasa Arab, dapat  melemahkan musuh, diturunkan kepada Nabi Muhammad, ditulis di dalam  mushaf, dan ditranformasikan secara tawattur[12]  serta membacanya termasuk ibadah[13].
Contoh wahyu al-Quran adalah:
قل هو الله احد الله الصمد لم يلد ولم  يولد إلخ .سورة الاخلاص
2.      Pengertian  Hadits Qudsi
Secara etimologi Hadits  Qudsi merupakan nisbah[14]  kepada kata Quds[15]  yang mempunyai arti bersih atau suci[16].  Sedangkan secara terminologis, pengertian hadits qudsi terdapat  dua versi. Yang pertama hadits qudsi merupakan kalam Allah SWT (baik  dalam sturiktur maupun substansi bahasanya), dan Nabi hanya sebagai  penyampai Yang kedua hadits qudsi adalah perkataan dari Nabi, sedangkan  isi dari perkataan tersebut berasal dari Allah SWT. Maka dalam  redaksinya sering memakai قال الله تعالى. [17].  
3.      Pengertian  Hadits Nabawi
Adapun menurut istilah, pengertian hadis nabawi ialah apa saja yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, maupun sifat. Contoh hadist nabawi yang berupa perkataan (qauli) misalnya perkataan Nabi SAW,انما الاعمال بالنية.......... . اخرجه البجخارى فى صحيحه
               Contoh hadist berupa perbuatan (fi'li) ialah كان النبي اذا اراد ان ينام وهو جنب غسل فرجه وتوضأ للصلاة. حديث عائشةContoh hadist berupa ketetapan (taqriri) ialah
ان خالته اهدت الى رسول الله سمنا واضبا واقطا فاكل من السمن والاقط واكل على مائدته, ولو كان حراما مااكل على مائدة رسول الله. حدبث ابن عباس               Contoh hadist berupa sifat (wasfi) ialah كان رسول الله ربعة ليس بالطويل ولابالقصر حسن الجسم... الخ . حديث انس ابن مالك Setelah kita mengetahui  masing-masing dari definisi al-Quran, Hadits Qudsi, dan Hadits Nabawi,  maka ada baiknya kita juga membahas tentang perbedaan ketiga hal  tersebut. Perbedaan antara al-Quran dengan Hadits Qudsi:
a)      Al-Quran  mampu mengungguli sastra Arab yang waktu itu merupakan sastra yang  terbaik, sehingga orang Arab tidak mampu membuat karya sastra[18]  yang seindah dan sebaik al-Quran, walaupun hanya satu surat. Tidak  demikan halnya dengan Hadits Qudsi[19].
b)      Lafadz  dan arti al-Quran berasal dari Allah. Sedangkan Hadits Qudsi, artinya  berasal dari Allah, akan tetapi lafadznya dari Nabi Muhammad[20].
c)      Tidak  boleh meriwayatkan al-Quran secara makna. Adapun Hadits Qudsi, boleh  meriwayatkannya secara makna[21].
d)      Al-Quran  tidak boleh dipegang oleh orang yang mempunyai hadats. Al-Quran  juga tidak boleh dibaca oleh orang yang mempunyai hadats besar.  Dua larangan ini tidak berlaku di dalam Hadits Qudsi[22].
e)      Al-Quran  harus dibaca di dalam shalat. Sedangkan Hadits Qudsi, apabila dibaca di  dalam shalat maka dapat menyebabkan shalat menjadi batal[23].
f)        Al-Quran  ditransformasikan secara tawattur. Oleh karena itu, ia berstatus  qath’i al-tsubut. Adapun mayoritas Hadits Qudsi  ditransformasikan secara ahad (individual), sehingga ia berstatus  dhanni al-Tsubut.
g)      Orang  yang mengingkari al-Quran terkategorikan sebagai orang kafir, karena  al-Quran bersifat qath’i al-Tsubut. Sedangkan orang yang  mengingkari Hadits Qudsi tidak dianggap orang kafir, karena Hadits Qudsi  bersifat dhanni al-Tsubut[24].  
h)      Membaca  al-Quran termasuk ibadah. Satu huruf al-Quran sebanding dengan 10  kebaikan. Hal ini tidak berlaku pada Hadits Qudsi[25].
i)        Di  dalam al-Quran terdapat penamaan ayat dan surat untuk  kalimat-kalimatnya. Tidak demikian dengan Hadits Qudsi[26].
j)        Pebedaan  antara Hadits Nabawi dengan Hadits Qudsi antara lain:
k)      Hadits  Nabawi dinisbahkan dan disampaikan oleh Nabi Muhammad. Adapun  Hadits Qudsi dinisbahkan kepada Allah. Nabi Muhammad hanya  berstatus sebagai penyambung lidah dari-Nya[27].
l)        Bentuk  Hadits Nabawi ada dua macam[28]:  1. Tauqifi, yaitu hadits yang kandungannya diterima oleh Nabi  Muhammad melalui wahyu, kemudian beliau sampaikan kepada umatnya. 2. Taufiqi,  yaitu hadits yang tercipta murni dari pemahaman Nabi Muhammad terhadap  al-Quran, atau dari perenungan dan ijtihad beliau[29].  Adapun keseluruhan kandungan Hadits Qudsi bersumber dari Allah.
 
