Entri yang Diunggulkan
alasan mencintai
*Aku bisa jadi diriku sendiri kalau aku sama kamu *senang hanya berdua *Karena kamu bikin aku senang, senang, senang, senang yang ga pernah ...
Senin, 16 April 2012
AL-QUR’AN DAN WAHYU
AL-QUR’AN DAN WAHYU
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS HUMANIORA DAN BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
September 2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagaimana firman Allah yang Artinya: “Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Qur'an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus”.
Al-Qur’an terkadang diturunkan untuk menanggapi berbagai peristiwa dan kejadian. Kadang wahyu turun ketika Nabi Muhammad SAW dihadapkan pada banyak pertanyaan baik dari kaum muslimin maupun orang-orang kafir. Di lain waktu turunnya firman Allah SWT untuk memberikan panduan untuk mengatur masalah sosial, ekonomi, politik dan bidang kehidupan lainnya.
Dalam permasalahan kali ini akan dibahas lebih rinci tentang permasalahan-permasalahan yang berkenaan dengan Al-Qur’an dan Wahyu.
1.2 Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah yang bersangkutan dengan masalah tersebut di atas adalah sebagai berikut:
a) Pengertian Al-Qur’an dan Wahyu
b) Cara-cara Wahyu Al-Qur’an diturunkan
c) Hikmah dari cara-cara Wahyu Al-Qur’an diturunkan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Wahyu dan Al-Qur’an
Al-wahyu adalah kata masdar/infinitif dan materi kata itu menunjukkan dua dasar yaitu tersembunyi dan cepat. Oleh sebab itu maka dikatakan bahwa wahyu adalah pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat yang khusus diberikan kepada orang yang diberitahu tanpa diketahui orang lain. Inilah pengertian masdarnya. Tetapi kadang-kadang juga bahwa yang dimaksudkan adalah al-muha yaitu pengertian isim maf’ul yang diwahyukan. Sedang wahyu Allah kepada para Nabi-Nya secara syar’i didefinisikan sebagai kalam Allah yang diturunkan kepada seorang Nabi. Definisi ini menggunakan pengertian maf’ul yaitu al-muha .
Secara bahasa merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro’a (قرأ) yang bermakna Talaa (تلا) (keduanya bererti: membaca), atau bermakna Jama’a (mengumpulkan, mengoleksi). Anda dapat menuturkan, Qoro’a Qor’an Wa Qur’aanan (قرأ قرءا وقرآنا) sama seperti anda menuturkan, Ghofaro Ghafran Wa Qhufroonan (غفر غفرا وغفرانا). Berdasarkan makna pertama (Yakni: Talaa) maka ia adalah mashdar (kata benda) yang semakna dengan Isim Maf’uul, artinya Matluw (yang dibaca). Sedangkan berdasarkan makna kedua (Yakni: Jama’a) maka ia adalah mashdar dari Ism Faa’il, ertinya Jaami’ (Pengumpul, Pengoleksi) kerana ia mengumpulkan/mengoleksi berita-berita dan hukum-hukum.
Sedangkan secara Syari’at adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, yaitu Nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam, yang diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas.
Wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad yang berupa mu’jizat melalui perantara malaikat jibril dan diturunkan secara berangsur-angsur.
Allah ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Qur’an kepadamu (hai Muhammad) dengan beransur-ansur.” (al-Insaan:23)
Dan firman-Nya, “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (Yusuf:2)
Allah ta’ala telah menjaga Al-Qur’an yang agung ini dari upaya merubah, menambah, mengurangi atau pun menggantikannya. Dia ta’ala telah menjamin akan menjaganya sebagaimana dalam firman-Nya, “Sesunggunya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (al-Hijr:9)
2.2 Cara-cara Wayu Diturunkan
Para ulama ahli tafsir menjelaskan bahwa turunnya Al-Qur’an berdasarkan dalil ayat Al-Qur’an dan riwayat Hadits shahih melalui tiga tahap yaitu :
Tahap Pertama, Al-Qur’an berada di Lauh Mahfuzh,
Sebagaimana firman Allah: “padahal Allah mengepung mereka dari belakang mereka. Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Qur'an yang mulia, yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh.” (Q.S. Al-Buruuj: 20-22)
Ketika Al-Qur’an berada di Lauh Mahfuzh tidak diketahui bagaimana keadaannya, kecuali Allah yang mengetahuinya, karena waktu itu Al-Qur’an berada di alam ghaib, kemudian Allah menampakkan atau menurunkannya ke Baitul ‘Izzah di langit bumi. Secara umum, demikian itu menunjukkan adanya Lauh Mahfuzh, yaitu yang merekam segala qadha dan takdir Allah SWT, segala sesuatu yang sudah, sedang, atau yang akan terjadi di alam semesta ini. Demikian ini merupakan bukti nyata akan mengagungkan kehendak dan kebijaksanaan Allah SWT yang Maha Kuasa.
Jika keberadaan Al-Qur’an di Lauh Mahfuzh itu merupakan Qadha (ketentuan) dari Allah SWT, maka ketika itu Al-Qur’an adanya persis sama dengan keadaannya sekarang. Namun demikian hakekatnya tidak dapat diketahui, kecuali oleh seorang Nabi yang diperlihatkan oleh Allah kepadanya. Dan segala sesuatu yang terjadi di bumi ini telah tertulis dalam Lauh Mahfuzh sebagaimana firman Allah yang artinya :“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (Q.S. Al Hadiid: 22)
Tahap Kedua, Al-Qur’an dari Lauh Mahfuzh diturunkan ke langit bumi (Baitul ‘Izzah)
Berdasarkan kepada beberapa ayat dalam Al-Qur’an dan Hadits berkah yang dinamakan malam Al-Qadar (Lailatul Qadar) dalam bulan suci Ramadhan. Sebagaimana firman Allah : “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan.”(Q.S Al-Qadr: 1)
Dan firman Allah : “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). (Q.S. Al Baqarah: 185)
Dan firman Allah : “sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (Q.S.Ad-Dukhaan: 3)
Tiga ayat tersebut di atas menegaskan bahwa Al-Qur’an, diturunkan pada suatu malam bulan Ramadhan yang dinamakna malam Lailatul Qadar yang penuh berkah. Demikian juga berdasarkan beberapa riwayat sebagai berikut :
“Riwayat dari Ibn Abbas ra. berkata : Al-Qur'an dipisahkan dari Adz Dzikir lalu Al-Qur'an itu diletakkan di Baitul Izzah dari langit dunia, lalu Jibril mulai menurunkannya kepada Nabi.”
Dan Hadis riwayat Ibnu Abbas :“Riwayat dari Ibnu Abbas berkata : Al-Qur'an diturunkan sekaligus langit bumi (Bait Al-Izzah) berada di Mawaqi’a Al-Nujum (tempat bintang-bintang) dan kemudian Allah menurukan kepada Rasul-Nya dengan berangsur-angsur.”
Dan Hadits riwayat Imam Thabrani :“Riwayat dari Ibnu Abbas ra. berkata : Al-Qur'an diturunkan pada malam Al-Qadar pada bulan Ramadhan di langit bumi sekaligus kemudian diturunkan secara berangsur-angsur.”
Ketiga riwayat tersebut dijelaskan di dalam Al-Iqam bahwa ketiganya adalah sahih sebagaimana dikemukakan oleh Imam Al-Suyuthy riwayat dari Ibn Abbas, dimana dia ditanya oleh Athiyah bin Aswad dia berkata : “Dalam hatiku terdapat keraguan tentang firman Allah dalam surah Al - baqarah ayat 185 : “ (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran…….” Dan firman Allah dalam surah Al – Qadr ayat 1:“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan”
Sedangkan Al-Qur’an ada yang diturunkan pada bulan Syawal, Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram, Safar dan bulan Rabi’ul Awwal dan Rabi’ul Akhir. Ibnu Abbas menjawab bahwa Al-Qur’an itu diturunkan pada bulan Ramadhan malam Lailatul Qadar secara sekaligus yang kemudian diturunkan kepada Nabi secara berangsur-angsur di sepanjang bulan dan hari.
Yang dimaksud dengan nujum (bertahap) adalah diturunkan sedikit demi sedikit dan terpisah-pisah, sebagiannya menjelaskan bagian yang lain sesuai dengan fungsi dan kedudukannya.
Al-Suyuthy mengemukakan bahwa Al-Qurthuby telah menukilkan hikayat Ijma’ bahwa turunnya Al-Qur’an secara sekaligus adalah dari Lauh Al-Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah di langit pertama.
Barangkali hikmah dari penurunan ini adalah untuk menyatakan keagungan Al-Qur’an dan kebesaran bagi orang yang diturunkannya dengan cara memberitahukan kepada penghuni langit yang tujuh bahwa kitab yang paling terakhir yang disampaikan kepada Rasul penutup dari umat pilihan sungguh telah diambang pintu dan niscaya akan segera diturunkan kepadanya.
As-Suyuthy berpendapat andaikata tidak ada hikmah Ilahiyah yang menyatakan turunnya kepada umat secara bertahap sesuai dengan keadaan niscaya akan sampai ke muka bumi secara sekaligus sebagaimana halnya kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya. Tetapi karena Allah SWT membedakan antara Al-Qur’an dan kitab-kitab sebelumnya, maka Al-Qur’an diturunkan dalam dua tahap, turun secara sekaligus kemudian diturunkan secara berangsur sebagai penghormatan terhadap orang yang akan menerimanya.
Tahap Ketiga : Al-Qur’an diturunkan dari Baitul-‘Izzah kepada Nabi Muhammad SAW secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari dengan cara sebagai berikut :
a) Malaikat memasukkan wahyu itu ke dalam hatinya. Dalam hal ini Nabi SAW tidak ada melihat sesuatu apapun, hanya beliau merasa bahwa itu (wahyu) sudah ada dalam kalbunya. Mengenai hal ini Nabi mengatakan: “Ruhul Qudus mewahyukan ke dalam qalbuku.”
Sebagaimana Firman Allah SWT :“Dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.”(Q.S. Asy Syuuraa : 51).
b) Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi berupa seorang laki-laki yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar akan kata-kata itu.
c) Wahyu datang kepadanya seperti gemerincingnya lonceng. Cara inilah yang amat berat dirasakan oleh Nabi. Kadang-kadang pada keningnya berpancaran keringat, meskipun turunnya wahyu itu di musim dingin yang sangat. Kadang-kadang unta beliau terpaksa berhenti dan duduk karena merasa amat berat, bila wahyu itu turun ketika beliau sedang mengendarai unta. Diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit : “Aku adalah penulis wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah. Aku lihat Rasulullah ketika turunnya wahyu itu seakan-akan diserang oleh demam yang keras dan keringatnya bercucuran seperti permata. Kemudian setelah selesai turunnya wahyu, barulah beliau kembali seperti biasa.”
d) Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi, tidak berupa seorang laki-laki seperti keadaan point b, tetapi benar-benar seperti rupanya yang asli. Hal ini tersebut dalam Al-Qur’an yang artinya : “Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha.” (Q.S. An-Najm: 13-14)
2.3 Hikmah Dari Cara-cara Wahyu Diturunkan
Jika Allah menghendaki, bisa saja Al-Qur’an diwahyukan sekaligus kepada Rosulullah. Akan tetapi Allah tidak menghendakinya, dan menurunkan Al-Qur’an secara bertahap selama kurang lebih 23 tahun. Karena Allah hendak memberikan pelajaran kepada manusia. di antara hikmahnya adalah:
1. Menguatkan dan meneguhkan hati Rosulullah.
Dalam da'wahnya, Rosulullah mendapat banyak perlakuan kasar, cacian, bahkan pertentangan dari kaumnya. Dan ini membuat beliau sedih. Turunnya beberapa ayat adalah untuk menghibur dan meneguhkan hati beliau untuk tetap berada dijalan da'wah, tanpa menghiraukan perlakuan jahil yang dihadapi.
2. Sebagai tantangan dan mu'jizat.
Orang-orang Musyrik, sering mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang aneh-aneh dengan tujuan menguji kenabian beliau. Seperti bertanya soal kapan hari kiamat datang, bahkan minta disegerekan adzab bagi mereka, dll. Pada saat itulah Allah menurunkan ayat-ayat-Nya, sebagai jawaban tegas atas pertanyaan mereka. Dan hal ini lebih efektif dibanding jika Al-Qur’an diturunkan sekaligus.
3. Memudahkan dalam menghafal dan memahaminya.
Karena al-Qur-an diturunkan ditengah-tengah masyarakat yang Ummi (al-Jumu'ah (62) ayat 2), tidak pandai membaca dan menulis. Maka andalan mereka adalah hafalan dan daya ingat yang sungguh kuat. Sehingga penurunan ayat yang bertahap tersebut, memudahkan para sahabat saling berlomba-lomba dalam menghafal ayat al-Qur-an yang diturunkan.
4. Penerapan hukum yang bertahap.
Dari Aisyah ra, "yang pertama-tama kali diturunkan adalah ayat-ayat pendek, yang di dalamnya terdapat sebutan surga dan neraka, baru ketika keislaman mereka mantap, maka turunlah halal dan haram. Andai yang pertama-tama turun adalah 'Janganlah meminum khomr, niscaya mereka tidak akan meninggalkan khomr selama-lamanya. Seandainya yang pertama-tama turun adalah 'Janganlah berzina', niscaya mereka tidak akan meninggalkan zina selama-lamanya." (Riwayat Imam Bukhori).
Ini menunjukkan perlunya proses yang tepat dalam berda'wah. Yang pertama dibenahi adalah Aqidah, keimanan yang kokoh, setelah itu barulah kita bicara halal-haram. Dan ini merupakan cara yang bijaksana, sehingga Islam mudah diterima oleh para objek da'wah.
5. Bukti nyata bahwa al-Qur-an adalah dari Allah.
Al-Qur’an diturunkan secara bertahap selama 23 tahun, jika memang itu buatan manusia, maka akan ditemui banyak hal yang saling bertentangan.
Tapi pada saat ini, banyak musuh-musuh Islam yang menggunakan akal mereka yang terbatas, menafsirkan ayat hanya dengan pemikiran mereka. Mencoba menyesatkan ummat Islam, dengan menyatakan bahwa ayat-ayat Allah ini ada yang bertentangan. Mereka membandingkan dan mengkaji ayat-ayat Allah hanya secara tekstual atau bunyi ayatnya saja, tanpa mengkajinya secara kontesktual, atau makna yang terkandung didalamnya, dan sebab-sebab diturunkannya.
Untuk menafsirkan Al-Qur’an dibutuhkan pengetahuan yang mendalam soal Bahasa Arab, juga tidak diperbolehkan menurut pendapatnya sendiri, harus mengacu kepada Hadis-hadis atau ayat Al-Qur’an lain yang serupa maksudnya.
Setiap naskh (teks) Al-Qur’an itu harus dipahami dan ditafsirkan dari dua sisi, tekstual dan kontekstual. Tekstual adalah bunyi ayatnya, sementara kontekstual adalah kandungan dan maksud yang ada di dalam ayat itu, juga sebab-sebab turunnya ayat tersebut. Semoga Allah melindungi kita dari mereka.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Allah SWT menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW berupa dua materi, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah, wahyu dalah bisikan allah yang diberikan kepada Nabi-Nya, Allah menurunkann wahyu melalui beberapa tahap,tahap peratama Al-Qur’an berada di lauhul mahfudz, kemudian diturunkan ke baitul izzah, kemudian disampaikan kepada Nabi Muhammad melalui beberapa cara, di antaranya Malaikat memasukkan wahyu itu ke dalam hatinya, dengan menyerupai seorang laki-laki, dan juga menampakkan wujud aslinya, serta wahyu diturunkan seperti gemrincingnya lonceng.
Sedagkan hikmah dari penurunan Wahyu yang berupa Al-Qur’an diantarannya untuk meneguhkan hati dan sebagai tantangan mukjizat
DAFTAR PUSTAKA
Masjfuk, Zuhdi, 1997. Pengantar Ulumul Qur’an, Surabaya: PT. Karya Abditama
Ibrahim Al Abyari, 1993. Sejarah Al-Qur’an, Semarang: PT. Dina Utama (Toha Putra Group)
Siti Amanah, 1993. Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Semarang: PT. CV. Asy-Syifa’
Mana’ul Quth;an, 1993. Pembahasan Ilmu Al-Qur’an, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar