Entri yang Diunggulkan
alasan mencintai
*Aku bisa jadi diriku sendiri kalau aku sama kamu *senang hanya berdua *Karena kamu bikin aku senang, senang, senang, senang yang ga pernah ...
Senin, 16 April 2012
MANAJEMEN DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
BAB I
MANAJEMEN DALAM
PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
A. Pengertian
Kata manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno menagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal. Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara, efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.
Manajer adalah seseorang yang bekerja melalui orang lain dengan mengoordinasikan kegiatan¬kegiatan mereka guna mencapai sasaran organisasi. Da1am suatu lembaga pendidikan yang menjalankan fungsi manajerial tersebut adalah pimpinan/ketua/kepala lembaga pendidikan. Hal ini berarti bahwa seorang pemimpin lembaga pendidikan harus menjadi sumber kegiatan dan penanggungjawab hasil yang dicapai dalam aktivitas pembelajaran, bekerjasama dengan pihak--pihak lain yang terkait dalam proses pembelajaran.
Filsafat manajemen pendidikan adalah kerjasama saling menguntungkan, bekerja efektif dan dengan metode kerja yang terbaik untuk mencapai basil yang optimal dalam dunia pendidikan
B. Sejarah Perkembangan Ilmu Manajemen
Banyak kesulitan yang terjadi dalam melacak sejarah manajemen. Namun diketahui bahwa ilmu manajemen telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Hal ini dibuktikan dengan adanya piramida di Mesir. Piramida tersebut dibangun oleh lebih dari 100.000 orang selama 20 tahun. Piramida Giza tak akan berhasil dibangun jika tidak ada seseorang tanpa mempedulikan apa sebutan untuk manajer ketika itu yang merencanakan apa yang harus dilakukan, mengorganisir manusia serta bahan bakunya, memimpin dan mengarahkan para pekerja, dan menegakkan pengendalian tertentu guna menjamin bahwa segala sesuatunya dikerjakan sesuai rencana. Pembangunan piramida ini tak mungkin terlaksana tanpa adanya seseorang yang merencanakan, mengorganisasikan dan menggerakan para pekerja, dan mengontrol pembangunannya.
Praktik-praktik manajemen lainnya dapat disaksikan selama tahun 1400-an di kota Venesia, Italia, yang ketika itu menjadi pusat perekonomian dan perdagangan di sana. Penduduk Venesia mengembangkan bentuk awal perusahaan bisnis dan melakukan banyak kegiatan yang lazim terjadi di organisasi modern saat ini. Sebagai contoh, di gudang senjata Venesia, kapal perang diluncurkan sepanjang kanal dan pada tiap-tiap perhentian, bahan baku dan tali layar ditambahkan ke kapal tersebut. Hal ini mirip dengan model lini perakitan (assembly line) yang dikembangkan oleh Hanry Ford untuk merakit mobil-mobilnya. Selain lini perakitan tersebut, orang Venesia memiliki sistem penyimpanan dan pergudangan untuk memantau isinya, manajemen sumber daya manusia untuk mengelola angkatan kerja, dan sistem akuntansi untuk melacak pendapatan dan biaya.
Sebelum abad ke-20, terjadi dua peristiwa penting dalam ilmu manajemen. Peristiwa pertama terjadi pada tahun 1776, ketika Adam Smith menerbitkan sebuah doktrin ekonomi klasik, The Wealth of Nation. Dalam bukunya itu, ia mengemukakan keunggulan ekonomis yang akan diperoleh organisasi dari pembagian kerja (division of labor), yaitu perincian pekerjaan ke dalam tugas-tugas yang spesifik dan berulang. Dengan menggunakan industri pabrik peniti sebagai contoh, Smith mengatakan bahwa dengan sepuluh orang masing-masing melakukan pekerjaan khusus-perusahaan peniti dapat menghasilkan kurang lebih 40.000 peniti dalam sehari. Akan tetapi, jika setiap orang bekerja sendiri menyelesaikan tiap-tiap bagian pekerjaan, sudah sangat hebat bila mereka mampu menghasilkan sepuluh peniti sehari. Smith menyimpulkan bahwa pembagian kerja dapat meningkatkan produktivitas dengan (1) meningkatnya keterampilan dan kecekatan tiap-dap pekerja, (2) menghemat waktu yang terbuang dalam pergantian tugas, dan (3) menciptakan mesin dan penemuan lain yang dapat menghemat tenaga kerja.
Peristiwa penting kedua yang mempengaruhi perkembangan ilmu manajemen adalah Revolusi Industri di Inggris. Revolusi Industri menandai dimulainya penggunaan mesin, menggantikan tenaga manusia, yang berakibat pada pindahnya kegiatan produksi dari rumah-rumah menuju tempat khusus yang disebut pabrik. Perpindahan ini mengakibatkan manajer-manajer ketika itu membutuhkan teori yang dapat membantu mereka meramalkan permintaan, memastikan cukupnya persediaan bahan baku, memberikan tugas kepada bawahan, mengarahkan kegiatan sehari-hari, dan lain-lain, sehingga ilmu manajamen mulai dikembangkan oleh para ahli.
Di awal abad ke-20, seorang industriawan Perancis bernama Henry Fayol mengajukan gagasan lima fungsi utama manajemen: merancang, mengorganisasi, memerintah, mengkoordinasi, dan mengendalikan. Dilanjutkan oleh ahli sosilogi Jerman Max Weber. Weber menggambarkan suatu tipe ideal organisasi yang disebut sebagai birokrasi bentuk organisasi yang dicirikan oleh pembagian kerja, hierarki yang didefinisikan dengan jelas, peraturan dan ketetapan yang rinci, dan sejumlah hubungan yang impersonal. Perkembangan manajemen tidak berhenti sampai disini. pada tahun 1940-an ketika Patrick Blackett melahirkan ilmu riset operasi, yang merupakan kombinasi dari teori statistika dengan teori mikroekonomi. Riset operasi, sering dikenal dengan "Sains Manajemen. Pada tahun 1946, Peter F. Drucker sering disebut sebagai Bapak Ilmu Manajemen menerbitkan salah satu buku paling awal tentang manajemen terapan: "Konsep Korporasi" (Concept of the Corporation). Berangkat dari gagasan para tokoh inilah yang kemudian ilmu manajemen menjadi establish dan digunakan sebagai kerangka kerja buku ajar ilmu manajemen pada pertengahan tahun 1950, dan terus berlangsung hingga sekarang.
Sedangkan dalam dunia pendidikan baik diakui ataupun tidak, istilah manajerial memang mengadopsi dari manajerial perusahaan/industri. Terlebih dalam dunia pendidikan Islam, cenderung manajerial merupakan hal yang baru karena awal mula berdirinya lembaga pendidikan Islam merupakan pendidikan yang berbasis dari rakyat, tanpa memikirkan suatu benefit sepeserpun dari proses pendidikan tersebut. Terlebih awal mula pelaksanaan manajemen pendidikan Islam di Indonesia adalah sesuai dengan situasi dan kondisi. Artinya dimana ada kebutuhan disitu ada proses pengolahan. Apa yang menjadi kebutuhan masyarakat, terutama tentang pengetahuan agama, baru disitulah ada proses manajerial. Sehingga Manajemen yang berlaku saat itu pada hakekatnya sama dengan manajemen yang dilakukan oleh perusahaan/industri, keduanya memiliki goal yang sama, yaitu untuk mencapai tujuan.
C. Aliran dan Teori Manajemen
Dalam perkembangan sejarah selanjutnya, ilmu mengenai manajemen berkembang dengan pesat. Dalam perkembangannya tersebut melahirkan tiga aliran dalam ilmu manajemen. Kategarisasi mengenai ketiga aliran tersebut adalah sebagai berikut :
1. Aliran Klasik (Classical School) terdiri dari 2 cabang :
a. Manajemen Ilmiah (Scientific Management)
Tokoh pengembang aliran ini adalah Robert Owen, Charles Babbage, Frederik W. Taylor, Henry L. Gantt dan pasangan Gilberth. Aliran ini menekankan pada pentingnya rancangan kerja yang mendorong seorang manajer untuk mencari cara terbaik dalam melaksanakan tugasnya. Aliran ini juga menekankan pada teknik efisiensi dan seleksi pengembangan karyawan. Untuk lebih jelasnya sebagaimana pada tabel dibawah ini:
Tabel 1. Aliran Manajemen IImiah Klasik
No Tohoh Pengembang Tahun Konstribusi Terhadap Manajemen
1. Robert Owen 1771-1858 Membangun perumahan, menyediakan kebutuhan rumah, menetapkan mekanisme kerja spesifik dan penilaian harian terhadap pekerja secara terbuka.
2. Charles Babbage 1792-1871 Prinsip pembagian kerja berdasar ketrampilan spesifik
3. Frederick W. Taylor 1856- 1915 Merupakan pengembangan manajemen ilmiah sebenarnya; mencari metode terbaik untuk menyelasikan setiap pekerjaan, seleksi ilmiah terhadap para pekerja, dan kerjasama yang bersahabat antara manajemen dan pekerja
4. Henry L. Gantt 1861- 1919 Meninggalkan system tariff upah differensial dan menggantikannya dengan motibasi kerja berupa bonus. Selain itu Gantt juga menerapkan jadual produksi yang terkenal dengan istilah Gantt Chart
5. Frank B. Gilberth & Lilian M. Gilberth 1868-1942
1978-1972 Terkenal dengan istilah studi gerak dan waktu, yaitu mengembangkan tiga kedudukan: Mengerjakan pekerjaan saat ini, mempersiapkan diri untuk jabatan yang lebih tinggi dan melatih kader dalam waktu yang bersamaan.
Sumbangan terbesar pada aliran ini adalah mulai munculnya efisiensi pembagian tugas, menjalin hubungan kerjasama antara pekerja dengan pemilik (hubungan pimpinan dengan staf/karyawan) dan juga manajemen dalam hal pemberian intensif yang didasarkan pada sifat pekerjaan, keyakinan akan spesialisasi dan alokasi imbalan sesuai produktivitas. Namun jika ditinjau dari aspek psikologis, aliran ini mengesampingkan manusia sebagai subyek maupun obyek dalam manajemen. Aliran ini mernandang seolah-olah manusia sebagai mesin yang siap untuk bekerja melaksanakan tugasnya demi mengejar target produksi, dengan menafikan bahwa manusia itu memiliki self direction, kemauan, keinginan dan (self motivation) motivasi lain sebagai penggerak dalam melaksanakan pekerjaannya.
b. Aliran Teori organisasi klasik (Classical Organization theory)
Pengembang aliran teori ini adalah Henry Fayol, James D. Money, Max Weber, Mary Parker Follet, Oliver Sheldon dan Chester I. Barnard. Aliran ini lebih menekankan pada ketrampilan dasar manajerial yang bisa diterapkan dalam setiap organisasi dan juga prinsip-prinsip yang mendasari perilaku manajerial. Untuk lebih jelasnya sebagaimana tabel dibawah ini:
Tabe12. Aliran Teori organisasi klasik
No Tokoh Pengembang Tahun Konstribusi Terhadap Manajemen
1. Henry Fayol 1841-1925 Manajemen bukanlah suatu bakat tetapi ketrampilan, bukan pula suatu pembawaan melainkan pelatihan dan pengalaman.
Dalam manajemen ada 5 fungsi, yaitu: perencanaan, pengorganisasian, pengkoordiasian, dan pengendalian
2. James D. Money - 4 kaidah dasar dalam manajerial: Koordinasi, prinsip hirarki, prinsip fungsional dan prinsip staf
3. Max Weber 1864-1920 Mengembangkan teori manajemen birokrasi dengan menekankan pada kebutuhan penetapan hirarki
4. Mary Parker Follet 1868-1933 Menekankan bahwa kedudukan pimpinan bukan karena kekuasaan yang bersumber dari kewenangan formal melainkan karena kelebihan pengetahuan dan keahlian
5. Oliver Sheldon 1894-1951 Tokoh yang menggungkapkan petama kali tentang filsafat manajemen, bahwa harus ada tanggungjawab social dan etika yang samma dalam pelayanan barang dan jasa
6. Chester I. Barnard 1886-1961 Dalam manajemen harus menggunakan system pendekatan sosial, dengan cara memperhatikan tugas-tugas eksekutif manajer dan system operasionalnya.
2. Aliran Hubungan Manusiawi (Behaviour School/Human Behaviour)
Aliran ini mulai popular pada tahun 1950-an, berawal dari manajemen yang banyak memperhatikan hubungan kemanusiaan kepada karyawan. Aliran ini dibangun berdasar pendekatan sumber daya manusia yang menyatakan bahwa manusia pada dasarnya bersifat sosial dan ingin mengaktualisasikan dirinya. Dalam suatu organisasi manusia berusaha untuk memuaskan kebutuhan sosialnya. Tokoh pengembang dalam aliran ini adalah Hugo Munsterberg dan Elton Mayo. Untuk lebih jelasnya sebagaimana tabel dibawah ini:
Tabe13 Aliran Hubungan Manusiawi
No Tokoh Pengembang Tahun Konstribusi Terhadap Manajemen
1. Hugo Munsterberg 1865-1916 Peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan cara:
Menemukan orang terbaik untuk menyelesaikan suatu pekerjaan
Menciptakan pekerjaan terbaik untuk produktivitas maksimum
Menggunakan pengaruh psikologis untuk memotivasi pekerja
2. Elton Mayo 1880-1949 Para pekerja akan bekerja lebih keras jika meraka berkeyakinan bahwa pihak manajemen akan memikirkan kesejahteraan meraka. Hal ini ditempuh melalui adanya pelatihan mendalam tentang psikologi, antropologi dan sosiologi.
Berbeda dengan aliran sebelumnya, aliran ini merupakan jawaban dari ketidakpuasan terhadap aliran manajemen ilmiah memandang bahwa manusia itu dalam proses manajemen bukan sekedar seperti mesin, dimana ada komando/perintah, disitu pekerjaan/tugas, setelah itu baru dapat gaji/imbalan. Sebaliknya, aliran ini lebih memandang manusia sebagai makhlul sosialnya, dimana proses manajerial dibangun berdasar pendekatan sumber daya manusia yang menyatakan bahwa manusia pada dasarnya bersifat sosial dan ingin mengaktualisasikan dirinya. Dalam suatu organisasi manusia berusaha untuk memuaskan kebutuhan sosialnya, bukan sekeda untuk menjalankan tugas/pekerjaannya dan mendapatkan gaji semata.
3. Aliran Ilmu Manajemen (Management Science School)
a. Aliran Perilaku Organisasi (Behavioural Scientist)
Aliran ini lebih mengutamakan self actualizing man dari pada hanya sekedar social man dalam memberikan motivasi kerja pada karyawan. Aliran ini bermula dari konsepnya Mayo yang ditingkatkan. Tokoh pengembang dalam aliran ini adalah: Abraham Maslow Douglas Mc. Gregor dan Edgar Schien. Untuk lebih jelasnya mengenai pandangan mereka dalam aliran ini sebagaimana dalam tabel berikut:
Tabel 4. Aliran Hubungan Manusiawi
No Tokoh Pengembang Tahun Konstribusi Terhadap Manajemen
1. Abraham Maslow 1908- 1970 Manusia keberadaannya dalam suatu organisasi terpola pada 5 kebutuhan, yaitu:
Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan Keamanan
Kebutuhan Sosial
Kebutuhan Harga Diri
Kebutuhan Aktualisasi Diri
2. Douglas Mc. Gregor - Dikenal dengan teori X dan teori Y. Dalam teori X: manusia/karyawan lebih suka memimpin daripada dipimpiin sedangkan dalam teori Y: manusia/karyawan mampu mengendalikan diri, suka bekerja, mampu mengarahkan diri sendiri
3. Edgar Schien - Manajemen tidak dapat dipandang sebagai suatu proses teknik secara ketat, manajemen harus sistematik dan menggunakan pendekatan motivasional untuk menghasilkan komitmen pekerja.
Aliran ini dalam perkembanganannya sangat berpengaruh tidak hanya pada dunia manajemen, namun merambah kepada dunia keilmuan yang lain. Hal ini disebabkan karena kajian dari aliran ini merupakan hakekat dari kehidupan manusia. Pendapat maslow mengenai kebutuhan manusia inilah yang menjadi filsafat dari segala keilmuan, dimana manusia dalam manajemen dirinya pada hakekatnya akan mencapai suatu kepuasan hanya dengan tujuan akhir, yaitu bisa mengaktualisasikan dirinya. Aktualisasi diri dalam dunia Islam adalah bersifat transenden, memiliki hubungan erat dengan al-Khaliq. Bahwa dalam kehidupan manusia baik itu dalam bekerja, berpikir, maupun beraktifitas tak lepas dari suatu manajemen, namun semua itu dijalankan bukan sekedar untuk mendapatkan gaji/keuntungan yang melimpah, melainkan pada hakekatnya adalah untuk mengabdi kepada Allah, menjalankan tugasnya sebagai khalifatullah dimuka bumi dengan goals adalah mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Point inilah yang membedakan dengan manajemen secara umum.
b. Aliran Riset Operasi dan Manajemen Sains (Aliran Kuantitatif)
Aliran ini mulai berkembang pada waktu perang Dunia II yang kemudian diaplikasikan dalam dunia industri. Aliran ini juga terkenal dengan istilah manajemen OR (Operational Research), yang menyatakan bahwa manajemen adalah sebuah entitas logis yang tindakan-tindakannya dapat dinyatakan dalam bentuk simbol-simbol matematis, dan data yang dapat diukur.
Adapun ciri-ciri dalam aliran ini adalah; pertama, mengoptimalkan hasil (output) dari input, kedua, mengguaakan model-model matematis. Dengan menggunalan model ini akhirnya berkembang adanya variabel-variabel, yaitu variabel dependen dan variable independent.
Aliran kuantitatif ini memberikan sumbangan penting terutama dalam perencanaan dan pengendalian. Model-model yang dikembangkan sangat sesuai untuk fungsi tersebut. Sebagai contoh model CPM (Critical Path Method) bermanfaat untuk perencanaan dan pengendalian. Pendekatan ini juga membantu memahami persoalan manajemen yang kompleks dengan menggunakan model matematika, persoalan yang kompleks bisa menjadi sederhana. Meskipun nampaknya model matematika dengan formula-formula yang sulit dimengerti sangat kompleks, tetapi model tersebut bermaksud menyederhanakan dunia nyata yang sangat komplek. Dengan model matematika, faktor yang penting dapat dilihat dan diberi pehatian ektra.
Namun aliran ini, menurut hemat penulis terdapat keterbatasan. Karena model kuantitatif ini banyak menggunakan model atau symbol sehingga sulit untuk dimengerti oleh kebanyakan orang, termasuk manajer. Pendekatan ini juga tidak melihat persoalan perilaku dan psikologi manusia dalam organsiasi. Meskipun demikian potensi model kuantitatif belum dikembangkan sepenuhnya. Apabila dapat dikembangkan lebih lanjut pendekatan ini akan memberikan sumbangan yang berarti. Dan sampai sekarang, aliran ini dikembangkan dalam proses manajemen.
Dari semua aliran yang telah dipaparkan diatas, kalau digambarkan sebagai befikut:
Tiga Aliran Pemikiran Manajemen
Dari ketiga aliran manajemen tersebut diatas, menunjukkan bahwa obyek yang menjadi sasaran dalam manajemen adalah perusahaan dan industri. Ketiga aliran tersebut belum menyentuh pada dunia pendidikan, apalagi pendidikan Islam. Dan teori-teori tersebut diatas, penulis sepakat bahwa walau pada hakekatnya munculnya manajemen memang dari dunia perusahaan/industri, namun tidak mustahil jika teori-teori yang sifatnya adaptif dalam dunia pendidikan bisa kita jadikan rujukan untuk diaplikasikan dalam dunia pendidikan. Hal ini senada dengan ungkapan Dede Rosyada yang menyatakan, "Inti manajemen dalam bidang apa pun sama, hanya saja variabel yang dihadapinya bisa berbeda, tergantung pada bidang apa manajemen tersebut digunakan dan dikembangkan" . Perbedaan variabel ini kemudian membawa perbedaan kultur sehingga muncul perbedaan-perbedaan.
Dalam Manajemen pendidikan Islam variable yang dihadapi bukan hanya sekedar hubungan antara karyawan, pimpinan dan produksi yang dihadapi, namun variable yang dihadapi lebih kompleks karena menyangkut pengelolaan manusia yang merupakan bahan mentah (input) untuk dihasilkan suatu produksi yang berkualitas, yang berupa output. Dari sini pengelolaan suatu lembaga pendidikan berhubungan langsung dengan aspek perilaku (aliran Classical behavioral), namun tidak bisa dinafikan bahwa aliran yang lain juga mempengaruhi.
Dalam aplikasinya di dunia pendidikan Islam, aliran klasik masih tetap digunakan, namun dalam hubungan dengan pihak yang terkait dengan dunia pendidikan aliran perilaku yang lebih dikedepankan (dalam berhubungan dengan ketua, staf, wali murid, guru dan stakeholders). Namun dalam menghadapi tantangan dan prospek pendidikan ke depan yang dikedepankan adalah aliran ilmu manajemen. Demikianlah, karena memang manajemen pendidikan Islam adalah suatu proses pengelolaan lembaga pendidikan secara Islami terhadap lembaga pendidikan Islam dengan cara menyiasati sumber-sumber belajar dan hal-hal yang terkait untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien.
D. Pendekatan dalam Ilmu Manajemen
Ketiga aliran manajemen tersebut diatas, dalam perkembangannya dalam dunia manajerial, baik manajerial umum mapun lembaga pendidikan Islam, ada yang berusaha memadukan perspektif manajemen dari semua aliran yang ada, demikian pula ada yang hanya benar-benar pada satu aliran saja mengingat pelatihan dan latar belakang yang berasal dari satu aliran saja. Manfaat yang diharapkan dari mempelajari ketiga aliran tersebut adalah agar kelak calon manajer mampu memahami perspekif koleganya, sehingga mampu bekerja sama secara efektif.
Adanya integrasi perspektif dari beberapa aliran merupakan suatu pendekatan konseptual yang menjanjikan bagi spesialisasi manajemen. Dua pesrpektif untuk integrasi tersebut adalah pendekatan system dan pendekatan kontingensi. Dan inilah yang kemudian dikenal dengan pendekatan yang digunakan dalam manajemen.
1. Pendekatan Sistem (System approach)
Pendekatan ini memandang bahwa organisasi merupakan suatu sistem terpadu yang terdiri atas komponen-komponen yang saling berhubungan. Pendekatan ini memberikan kepada manajer suatu cara memandang terhadap organisasi sebagai keseluruhan yang utuh dan sebagai komponen yang lebih besar. Pendekatan ini memberikan desain ketika individu dapat membuat perencanaan tindan dan mengantisipasi, baik akibat jangka pendek maupun jangka panjang dan sekaligus memungkinkan untuk memahami akibat yang tidak terantisipasi.
2. Pendekatan Kontengensi (Contingency approach)
Pendekatan ini berusaha untuk menerapkan konsep-konsep madzhab utama ke dalam situasi nyata. Menurut pendekatan kontingensi, tugas manajer adalah mengidentifikasi teknik mana yang dalam situasi tertentu dan pada waktu tertentu akan paling baik memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan organiasi. Pendekatan ini memanfaatkan perspektif dengan memfokuskan secara detail karakteristik hubungan diantara komponen tersebut. Pendekatan ini juga berusaha untuk mendapatkan faktor-faktor yang menentukan dalam suatu tugas tertentu dan menjelaskan hubungan fungsional antara factor yang berkorelasi. Oleh karena itu para pengamat pendekatan kontingensi menganggapnya sebagai cabang yang terkemuka dari aliran pemikiran manajemen yang saat ini berkembang.
E. Manajemen Vs Manajemen Pendidikan Islam
Paparan di awal telah menjelaskan tentang hal yang berkenaan dengan manajemen. Aliran, teori maupun pendekatan manajemen yang telah dipaparkan diatas adalah manajemen secara umum. Di sini muncul pertanyaan, apa perbedaan manajemen pendidikan Islam dengan manajemen lainnya, misalnya dengan manajemen pendidikan? Memang secara general sama, artinya ada banyak atau bahkan mayoritas kaidah-kaidah manajerial dapat dipakai oleh kedua jenis manajemen itu bahkan oleh seluruh manajemen. Tetapi secara. spesifik terdapat kekhususan-kekhususan yang membutuhkan penanganan secara khusus pula.
Gambaran tentang manajemen pendidikan Islam yang membedakan dengan manajemen secara umum adalah terletak pada karakteristik dari manajemen pendidikan Islam itu sendiri. Perbedaan paling menonjol manajemen pendidikan Islam dengan manajemen sekuler atau manjemen lainnya adalah terletak dari prinsip dasarnya, Yaitu Al-Quran dan Hadis.
Perlu diketahui bahwa manajemen secara umum, sasaran ataupun obyek yang dikelola adalah dalam suatu organisasi atau perusahaan. Sedangkan manajemen lembaga pendidikan Islam, sasaran yang dikelola adalah semua SDM dan SDA yang ada dan terlibat dalam suatu proses pendidikan. Dalam manajemen pendidikan Islam ini, manajemen fokus adalah terletak pada guru. Hal ini disebabkan karena guru merupakan ujung tombak dari pelaksanaan pembelajaran. Hal ini senada dengan pendapatnya E. Mulyasa, yang menyatakan bahwa "Guru merupakan pemeran utama proses pendidikan yang sangat menentukan tercapai tidaknya tujuan pendidikan." Maka guru merupakan jiwa dari sekolah. Namun demikian tidak menafikan peran yang lain, seperti karyawan, ketua, wali murid dan siswa itu sendiri. Sehingga memang terdapat karakteristik manajemen pendidikan Islam jika dibandingkan dengan manajemen secara umum. Adapun karakteristik pembeda tersebut ada 5 ha1 mendasarkan yaitu:
1. Teks-teks wahyu baik al-Qur'an maupun hadits yang terkait dengan manajemen pendidikan.
2. Perkataan-perkataan (aqwâl) pada sahabat Nabi maupun ulama dan cendikiawan Muslim yang terkait dengan manajemen pendidikan.
3. Realitas perkembangan lembaga pendidikan Islam.
4. Kultur komunitas (pimpinan dan pegawai) lembaga pendidikan Islam.
5. Ketentuan kaidah-kaidah manajemen pendidikan.
Bahan nomor 1 sampai 4 merefleksikan ciri khas Islam pada bangunan manajemen pendidikan Islam, sedangkan bahan nomor 5 sebagai tambahan yang bersifat umum tetapi karena bersifat general maka bisa dipakai dalam membantu merumuskan bangunan manajemen pendidikan Islam, dan ini pun setelah diseleksi berdasarkan nilai-nilai Islam dan realiatas yang dihadapi lembaga pendidikan Islam. Nilai-nilai Islam itu merupakan refleksi dari wahyu sedang realitas tersebut sebagai refleksi dari budaya atau kultur.
Teks-teks wahyu sebagai sandaran teologis; Perkataan-perkataan para sahabat Nabi, ulama dan cendikiawan Muslim sebagai sandaran rasional, realitas perkembangan lembaga pendidikan Islam serta kultur komunitas (pimpinan dan pegawai) lembaga pendidikan Islam sebagai sandaran empiris, sedangkan ketentuan kaidah-kaidah manajemen pendidikan sebagai sandaran teoritis. Jadi bangunan manajemen pendidikan Islam ini diletakkan di atas empat sandaran yaitu sandaran teologis, rasionol, empiris, dan teoritis.
Sandaran teologis menimbulkan kayakinan adanya kebenaran pesan-pesan wahyu karena berasal dari Tuhan, sandaran rasional menimbulkan keyakinan kebenaran berdasarkan pertimbangan akal-pikiran, sandaran empiris menimbulkan keyakinan adanya kebenaran berdasarkan data-data riil dan akurat, sedang sandaran teoritis menimbulkan keyakinan adanya kebenaran berdasarkan akal pikiran dan data sekaligus dan telah dicobakan berkali-kali dalam pengelolaan pendidikan.
Namun pada tataran realitas, manajemen pendidikan Islam mengalami pergeseran yang melenceng dari hakekat pendidikan itu sendiri. Sebagai contoh, ukurun atau parameter keberhasilan pimpinan bagi aktivis pendidikan bukan pada kesesuaian antara pelaksanaan program dengan perencanaannya, tetapi lebih pada seberapa besar pimpinan tersebut dapat memberi keuntungan bagi lembaganya, sehingga profesionalisme tidak dibutuhkan lagi. Tentu saja fenomena ini senantiasa mengancam kemajuan lembaga pendidikan Islam. Lembaga pendidikan hanya menjadi ajang perebutan kekuasaan dan pengaruh.
Politik dalam rangka memperjuangkan ideologi organisasi tersebut sempat merambah pada para lulusannya. Para alumni dari sekolah sekolah Islam lebih diproyeksikan menjadi pengikut setia suatu organisasi tertentu daripada menjadi orang pandai. Malik Fadjar memberikan contoh, ada dari kalangan Muhammadiyah maupun NU yang tidak risau menyaksikan lemahnya daya saing mutu lulusan sekolah Muhammadiyah maupun NU dibanding lulusan sekolah lain. Namun mereka begitu kuatir jika lulusan dari sekolah Muhammadiyah tidak menjadi Muhammadiyah dan lulusan dari sekolah NU tidak menjadi NU.
Kasus-kasus ideologi, politik, organisasi dan tekanan-tekanan kelompok ini sangat mewarnai lembaga pendidikan Islam negeri sehingga membedakan dengan problem yang dihadapi lembaga pendidikan umum dan konsekuensinya membutuhkan strategi khusus untuk mengatasi dan memecahkannya.
Dari fenomena tersebut diatas, bisa diambil benang merah bahwa karakteristik manajemen pendidikan Islam bersifat holistik, artinya strategi pengelolaan pendidikan Islam dilakukan dengan memadukan sumber-sumber belajar dengan mempertimbangkan keterlibatan budaya manusianya baik budaya yang bercorak politis, ekonomis, intelektual maupun teologis. Adapun secara, detail kaidah-kaidah manajemen pendidikan Islam yang dirumuskan haruslah:
1. Dipayungi oleh wahyu (al-Qur'an dan hadits).
2. Diperkuat oleh pemikiran rasional.
3. Didasarkan pada data-data empirik.
4. Dipertimbangkan melalui budaya.
5. Didukung oleh teori-teori yang telah teruji validitasnya.
Adapun yang menjadi prinsip-prinsip dasar manajemen pendidikan Islam, (Yang membedakan dengan manajemen secara umum) adalah bersumber dari al-Qur'an dan al-hadits yang bersifat normatif-inspiratif dan membutuhkan tahap lanjut berupa pemahaman, penafsiran dan pemahaman secara kontekstual. Prinsip tersebut didasari rasa ikhlas kepada Allah, kejujuran, Amanah, adil, tanggung jawab, dinamis, fleksibel. Sedangkan aspek manajemen dalam pendidikan Islam adalah aspek institusi, struktural, personalia, informasi, teknik dan lingkungan.
F. Manajemen: Pendekatan Filsafati dalam Dunia Pendidikan Islam
Manajemen merupakan seni melaksanakan dan mengatur. Sedangkan manajemen pendidikan Islam adalah suatu proses pengelolaan secara Islami terhadap lembaga pendidikan Islam dengan cara menyiasati sumber-sumber belajar dan hal-hal yang terkait untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien. Makna definitif ini, memiliki implikasi-implikasi tertentu yang saling terkait dan membentuk satu kesatuan sistem dalam manajemen pendidikan Islam yang dapat dijabarkan secara rinci sebagai berikut:
Pertama, proses pengelolaan secara Islami. Aspek ini mengehendaki adanya muatan-muatan nilai Islam dalam proses mengelola lembaga pendidikan Islam seperti penekanan pada penghargaan, maslahah, kualitas, kemajuan dan pemberdayaan yang bersandar pada pesan-pesan al-Qur'an dan hadits agar selalu dapat menjaga sifat keislaman (Islami) itu.
Kedua, terhadap lembaga pendidikan Islam. Ha1 ini menunjukkan objek dari manajemen ini yang secara khsusus diarahkan untuk menangani lembaga pendidikan Islam dengan segala keunikannya. Maka manajemen ini bisa memaparkan cara-cara pengelolaan pesantren, madrasah, perguruan tinggi Islam, dan sebagainya.
Ketiga, suatu proses pengelolaan secara Islami terhadap lembaga pendidikan Islam. Kalimat ini menghendaki adanya sifat inklusif dan eksklusif.Iinklusif berarti kaidah-kaidah manajerial yang dirumuskan bisa dipakai pengelolaan pendidikan versi lainnya selama ada kesesuaian sifat dan misinya. Sedangkan eksklusif karena menjadi objek langsung dari kajian ini, hanya terfokus pada lembaga pendidikan Islam.
Keempat, dengan cara menyiasati. Kata-kata ini mengandung strategi yang menjadi salah satu pembeda antara administrasi dengan manajemen. Kelima, sumber-sumber belajar dan hal-hal yang terkait. Sumber belajar di sini memiliki kandungan yang cukup luas yaitu: (1) Manusia yang meliputi guru/ustadz/dosen, siswa/santri/mahasiswa, para pegawai, maupun pengurus yayasan; (2) Bahan, yang meliputi perpustakaan, buku paket dan sebagainya; (3) Lingkungan, mengarah pada masyarakat; (4) Alat dan peralatan seperti laboratorium; dan (5) Aktivitas. Adapun hal-hal yang terkait itu bisa keadaan sosio-politik, sosio-kultural, sosio-ekonomik, maupun sosio-religius yang dihadapi lembaga pendidikan Islam. Keenam, tujuan Pendidikan Islam. Ketujuh, efektif dan efisien. Maksudnya berhasil guna dan berdaya guna.
Ditinjau dari sudut sistem filsafat, rumusan definitif manajemen pendidikan Islam tersebut telah mencakup ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ontologi sebagai objek pengelolaan, dalam hal ini berupa lembaga pendidikan Islam, sumber-sumber belajar, dan hal-hal yang terkait. Epistemologi sebagai "cara atau metode" pengelolaan, dalam hal ini berupa proses pengelolaan dan cara menyiasati. Sedangkan aksiologi sebagai hasil pengelolaan berupa pencapaian tujuan pendidikan Islam. Adapun istilah efektif dan efisien sebagai keterangan yang menjelaskan aksiologi dan epistemologi, efektif menekankan pada aksiologi sedang efisien menekankan pada epistunologi.
Komponen-komponen definisi tersebut dalam kerangka ontologi, epistemologi, dan aksiologi dapat dipetakan sebagai berikut: Lembaga pendidikan Islam sebagai objek pengelolaan makro, sumber-sumber belajar sebagai objek pengelolaan meso, sedang hal-hal terkait sebagai objek pengelolaan mikro; Proses pengelolaan secara Islami sebagai cara pengelolaan makro sedang cara menyiasati sebagai cara pengelolaan mikro; Selanjutnya pencapaian tujuan pendidikan Islam sebagai hasil pengelolaan. Adapun efektif dan efisien menjelaskan aksiologi dan epistemologi, efektif lebih menekankan penjelasan pada hasil (aksiologi) sedang efisien lebih menekankan penjelasan pada cara pengelolaan (epistimologi), untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan dalam tabel berikut ini.
TABEL 5
Pemetaan Komponen Definisi Manajemen Pendidikan Islam
Sub Sistem Filsafat Kompanen-Komponen Keterangan
Ontologi Lembaga pendidikan Objek pengelolaan Makro
Islam
Sumber-sumber belajar Objek pengelolaan meso
Hal-ha1 yang terkait
Objek pengelolaan mikro
Epistemologi Prosds pengelolaan Cara pengelolaan makro
secara Islami
Cara menyiasati Cara pengelolaan mikm
Aksiologi Pencapaian tujuan Hasil pengelolaan
pendidikan Islam
Gabungan Aksiologi Efektif dan efisien Menjelaskan keadaan aksiologi
dan Epistemologi dan epistimologi: efektif
menekankan pada hasil
(aksiologi) sedang efisien
menekankan pada cara
(epistemologi)
Dengan demikian jelaslah pemetaan masing-masing komponen pada sub sistem filsafat. Komponen-komponen yang termasuk ontologi memberi kejelasan objek pengelolaan, meskipun dalam hal ini objeknya berupa fisik bukan metafisik karena manajemen merupakan wilayah terapan. Komponen-komponen yang termasuk epistemologi memberi kejelasan pada cara pengelolaan, sedang komponen yang termasuk aksiologi memberi kejelasan pada hasil pengelolaan.
Jadi melalui pemaparan tersebut telah jelas semuanya: Objek pengelolaanya jelas, cara mengelolannya jelas, dan arah hasil pengelolaan juga jelas, sehingga membantu memudahkan para manajer yang akan melakukan aktivitasnya. Namun pada dataran realitas, filosofi dari manajemen ini mengalami benturan jika dihadapkan pada kebutuhan dan kepuasan dari pengguna dan pelaku dunia pendidikan itu sendiri. Kerangka sub sistem filsafat yang ditawarkan, melalui gabungan antara aksiologi dengan epistemologi, menuntut seseorang untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari proses pendidikan itu sendiri. Padahal selama ini proses pendidikan yang menjamin output-nya maksimal, berdaya guna dan berfungsi, jelas dibutuhkan dan diharapkan oleh masyarakat belum ada. Sehingga dalam prakteknya diperlukan cara/langkah/strtategi (kajian epistemologi) dalam proses pendidikan untuk bisa mewujudkan sub-sistem filsafat yang merupakan gabungan antara aksiologi dengan epistemlogi tersebut. Disini penulis menawarkan tentang filosofi baru dalam mendukung sub-sistem filsafat tersebut, yaitu quality conformance. 16 Quality Conformance berarti kesesuaian dengan selera konsumen, yang berarti sesuai dengan selera dan kebutuhan masyarakat. Hal ini berarti suatu lembaga pendidikan Islam harus bisa mengeluarkan output dengan kualitas yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat/pasar. Tujuannya agar output dari lembaga pendidikan Islam layak jual karena memiliki kualitas yang tinggi, yang bisa melaksanakan manajerialisasi disegala aspek kehidupan dengan berdasar pada manajerial Islami, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.
G. Penutup
Manajemen berarti seni mengelola dan mengatur. Sejarah berdirinya sudah ada sejak dibangunnya piramida di Mesir. Namun secara teoritis ilmu manajemen muncul di Barat yang dikenal dengan adanya aliran klasik, perilaku dan manajemen ilmiah.
Manajemen dalam perspektif Islam, sebetulnya telah hadir melalui wahyu untuk memberikan inspirasi-kreatif dalam membangun konsep ilmiah. Karena pada hakekatnya, prinsip-prinsip yang dilaksanakan dalam manajemen pendidikan Islam adalah didasari rasa ikhlas kepada Allah, kejujuran, Amanah, adil, tanggung jawab, dinamis, fleksibel, yang meliputi aspek institusi, struktural, personalia, informasi, teknik dan lingkungan. Kemudian fungsi manajemen pendidikan Islam adalah fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengerakan, dan pengawasan. Perbedaan paling menonjol manajemen pendidikan Islam dengan manajemen sekuler atau manjemen lainnya adalah terletak dari prinsip dasarnya, yaitu Al-Quran dan Hadist. Di sisi lain pengawasan bersifat menyeluruh, tidak saja melibatkan manajer dalam pengawasan.
Inilah yang menjadi tantangan bagi umat muslim, untuk menterjemahkan konsep tersebut dalam operasional lapangan, khususnya dalam dunia pendidikan Islam. Sudah sangat jelas, bahwa secara detail operasionalisasinya diserahkan pada para ahli pendidikan Islam berdasarkan inspirasi¬kreatif dari wahyu itu. Mengingat era sekarang yang sudah berubah, menyesuaikan dengan era globalisasi dan informasi, maka dalam pelaksanaannya, kita harus adaptif-selektif terhadap kaidah-kaidah manajemen pendidikan yang terdapat di berbagai literatur dan dipengaruhi olch pemikiran dan pengalaman orang-orang Barat.
Sikap adaptif ini didasarkan pada pemikiran bahwa secara umum kaidah-kaidah manajemen pendidikan itu bersifat general atau universal yang juga dapat diterapkan dalam me-manage lembaga pendidikan Islam. Hanya saja, mungkin ada kaidah-kaidah tertentu yang tidak sesuai dengan nilai¬nilai Islam yang didasarkan wahyu tersebut ataupun realitas yang dihadapi lembaga pendidikan Islam lantaran faktor budaya tertentu yang unik dan khas sehingga dibutuhkan sikap selektif dengan mengkritisi kaidah-kaidah manajemen pendidikan secara umum itu, kemudian diganti atau disempurnakan. Karena dalam dunia pendidikan Islam, istilah manajemen secara filsafati tidak berbeda dengan manajemen secara umum. Karena hakekat manajemen dari perspektif filsafat, menyangkut aspek ontologi (objek pengelolaan), aspek epistemologi (cara pengelolaan), dan aksioiogi (kejelasan pada hasil pengelolaan). Dari ketiga aspek tersebut, komponen gabungan antara aksiologi dan epistemelogi-lah yang menjadi suatu garapan dan tantangan dari dunia pendidikan Islam, selain juga tuntutan adanya jaminan quality conformance terhadap outputnya.
BAB II
KONSEP-KONSEP
DALAM MANAJEMEN KURIKULUM
A. TUJUAN INSTRUKSIONAL
Dalam bab ini baru dikemukakan secara singkat tentang beberapa pengertian yang disebutkan dalam judul, yaitu kurikulum, pengembangan kurikulum, manajemen, dan kaitan antar ketiganya, agar para pembaca dapat langsung memahami maksud dari buku secara keseluruhan, meskipun hanya dalam uraian selintas. Dengan sifatnya yang singkat tersebut, setelah mempelajari bab ini dengan cermat sampai selesai pembaca diharapkan:
1. Memahami salah satu batasan pengertian kurikulum menurut asal istilah
2. Memahami makna pengembangan kurikulum.
3. Memahami makna manajemen
4. Memahami kaitan antara kurikulum, pengembangan kurikulum, dan manajemen kurikulum.
B. SEKILAS TENTANG MANAJEMEN KURIKULUM
Sebelum memulai dengan pengertian kurikulum, terlebih dahulu disampaikan sedikit penjelasan tentang maksud penulisan buku ini. Judul buku ini adalah “Manajemen dan Pengembangan Kurikulum”, sebuah istilah yang terdiri dari tiga pengertian, Yaitu “manajemen”, “pengembangan” dan “kurikulum”. Meski kata “manajemen” muncul lebih dahulu dibandingkan dengan “pengembangan” dan “kurikulum”, akan tetapi agar pemahaman terhadap makna keseluruhan dari batasan pengertian tersebut menjadi tepat, maka penjelasannya akan dibalik, yaitu: (1) pengertian kurikulum dahulu sebagai objek yang dikelola atau dimanej, (2) pengertian pengembangan kurikulum, dan baru (3) pengertian manajemen.
Alasan penjelasan yang demikian karena manajemen menunjuk pada suatu kegiatan, yang dikenal dengan fungsi-fungsi pengelolaan, sedangkan kurikulum, demikian juga pengembangan kurikulum yang terkait dengan dan melekat pada pengertian kurikulum sebagai objek, maka objek yang dikenai kegiatan dijelaskan terlebih dahulu. Dengan demikian penjelasannya dapat diterima dengan runtut karena sudah diketahui objek atau sasarannya terlebih dahulu. Seperti dikenal dalam pengertian umum, manajemen merupakan pengelolaan terhadap suatu objek. Jika objek yang dikelola sudah jelas, pembicaraan mengenai pengelolaannya dapat terarah pada objek yang sudah dijelaskan terlebih dahulu. Istilah pengembangan dan manajemen merupakan dua pengertian yang dapat berarti mirip, tetapi juga bisa berarti terpisah. Keduanya menunjuk pada kegiatan, baik statis maupun dinamis. Manajemen kurikulum adalah pengaturan yang dilakukan untuk keberhasilan kegiatan belajar-mengajar – istilah sekarang pembelajaran – agar kegiatan tersebut dapat mencapai hasil maksimal., Ruang lingkup manajemen kurikulum sesuai dengan lingkupnya, meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
C. PENGERTIAN KURIKULUM
Bukan hanya orang-orang yang berkecimpung di lapangan pendidikan saja, tetapi juga banyak orang awam yang meskipun kurang tahu dengan pasti artinya, tetapi agak faham apa yang dimaksud dengan "kurikulum". Banyak orang berpendapat bahwa yang dinamakan kurikulum adalah daftar mata pelajaran yang dipelajari oleh peserta didik di suatu jenjang dan jenis pendidikan. Pengertian tersebut terlalu sempit, karena kalau ditanya mana contoh kurikulum, ditunjukkan selembar tulisan yang berisi deretan matapelajaran. Bahkan ada orang yang berpendapat lebih sempit lagi, yaitu pengertian bahwa kurikulum adalah jadwal pelajaran.
Kata "kurikulum" di dalam bahasa Inggris adalah curriculum. Menurut riwayatnya, pemunculan istilah "kurikulum" sudah dimulai sejak jaman kejayaan Athena sebagai negara asal sejarah olahraga. Pada waktu itu, kurikulum menunjuk pada pengertian “jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari dari garis start sampai garis finish”. Dengan penggunaan kata kurikulum tersebut di dalam dunia pendidikan, berarti menyamakan peserta didik sebagai seorang pelari, yang menempuh jarak kegiatan belajar dari awal memasuki sekolah sampai tamat dari sekolah itu. Dengan dikemukakannya riwayat asal istilah ini, kiranya akan mudah bagi kita untuk lebih lanjut memahami pengertian dan makna kurikulum.
Berbagai buku memuat pengertian kurikulum dengan rumusan yang berbeda-beda, yang inti pengertiannya pun berbeda. Beberapa pengertian tentang kurikulum sebagai tambahan wawasan menurut pendapat beberapa ahli, akan disajikan dalam bab II. Berbagai pengertian tersebut menjadi bahan renungan dan analisis, sehingga pemahaman kita tentang kurikulum akan menjadi lebih jelas. Berikut ini dikutipkan sebuah rumusan yang diambil dari Encyclopedia International tahun 1993 halaman 369:
Curriculum is the term designating the experiences a school system provides for the students. Sometimes the term is restricted to experiences provided in the classroom itself, the more traditional and intellectual aspect of schooling.
Dan kutipan tersebut kita dapat memandang lingkup kurikulum dari yang paling sempit sampai dengan yang paling luas.
1. Pengertian paling sempit
Kurikulum adalah aspek-aspek yang cenderung tradisional dan bersifat intelektual saja, yaitu materi yang diajarkan oleh guru pada waktu jam pelajaran berlangsung, dan yang hanya tergambar dalam kegiatan di kelas yang dibatasi empat dinding.
2. Pengertian yang lebih luas
Kurikulum adalah: pengalaman yang disediakan untuk peserta didik di dalam kelas. Dalam lingkup ini kurikulum meliputi juga pembentukan pribadi melalui kebiasaan sehari-hari, bukan hanya intelektual saja. Isi kurikulum bukan hanya mengisi otak saja (sebagai aspek kognitif atau kecerdasan) tetapi juga kalbu ( aspek hati – mental dan moral), serta kemampuan tangan (aspek yang menunjuk pada keterampilan tangan dan kecekatan gerak).
3. Pengertian lebih luas lagi
Kurikulum adalah semua pengalaman yang disediakan oleh sekolah bagi peserta didik. Dalam pengertian kurikulum paling luas ini bukan hanya yang diberikan di kelas saja tetapi juga yang terjadi di luar kelas, tetapi masih berada di lingkungan sekolah.
4. Pengertian paling luas
Pengertian yang mungkin untuk sementara dipandang paling luas adalah definisi yang telah dikemukakan oleh J. Galen Saylor dan William M. Alexander dalam buku Curriculum Planning for Better Teaching and Learning (1956). Kedua ahli ini menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut: "The curriculum is the sum total of school's efforts to influence leaning, whether in the classroom, on the playground, or out of schools" Jadi kurikulum adalah segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak yang sedang belajar, tidak terikat pada tempat karena dapat terjadi di ruang kelas, di halaman sekolah, atau diluar sekolah.
Selain ditinjau dari lingkup kurikulum yang ada tiga macam dari yang paling sempit sampai yang paling luas tersebut, kita dapat meninjau kurikulum dari sudut dirancang dan tidak dirancangnya kurikulum yang bersangkutan. Jika kurikulum yang dirancang sudah diarahkan sebagai upaya untuk mempengaruhi perilaku siswa, yaitu dalam bentuk kurikulum yang resmi dikenal dengan kurikuler dan ekstra kurikuler, maka ada jenis kurikulum lain yang meskipun tidak dirancang tetapi berpengaruh terhadap siswa, meskipun tidak dengan sengaja dirancang dan diajarkan kepada siswa. Kurikulum yang tidak dirancang tetapi berpengaruh terhadap siswa ini dikenal dengan istilah “kurikulum tersembunyi” dan dalam bahasa Inggris disebut hidden curriculum.
Dari istilahnya sendiri sudah menunjukkan isi yang dikandungnya. Kurikulum tersebut berupa berbagai hal yang tidak dengan sengaja diperuntukkan bagi siswa untuk dipelajari dan menjadi milik siswa, tetapi mungkin karena. siswa merasa tertarik kemudian meniru, atau karena ada teman temannya yang juga menyukai maka siswa ikut-ikutan, dan dengan demikian, meskipun tidak dengan sengaja dirancang oleh sekolah telah menjadi bagian dari hasil belajar siswa. Yang dengan sengaja dirancang cukup banyak dan diujudkan dalam jadwal, tetapi yang tidak dengan sengaja dirancang pun, juga cukup banyak.
Ujud dari kuriknlum tersembunyi ini dapat berasal dari manusia-manusia yang berada di sekolah, yaitu kepala sekolah, guru, staf tatausaha, atau teman-teman siswa sendiri. Kurikulum tersembunyi tersebut dalam diri siswa dapat berupa pengaruh positif dan negatif, sehingga berdampak pada perilaku peserta didik dalam bentuk pengaruh positif dan negarif pula.
* Contoh kurikulum tersembunyi positif:
Dari warga sekolah, kerapian berpakaian para guru dan kepala sekolah, kebiasaan kedatangan guru yang tepat waktu, meskipun tidak disengaja untuk contoh, dapat ditiru oleh siswa. Demikian juga mungkin menyangkut juga cara memadukan warna baju, cara mengenakan sepatu yang selalu mengkilap, dan lain-lain perilaku manusia di sekitarnya. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa perilaku yang baik dari kepala sekolah dan guru juga akan berpengaruh positif pada siswa. Sebagai contoh lain adalah cara kepala sekolah dan guru juga akan berpengaruh positif pada siswa. Sebagai contoh lain adalah cara kepala sekolah dan guru menegur orang lain dengan cara yang sopan dan selalu memperhatikan sorot mata pihak yan diajak berbicara, dapat menjadi contoh bagi siswa, meskipun oleh orang-orang yang bersangkutan tidak dengan sengaja memberikan contoh.
Pengaturan taman yang bagus di halaman sekolah, penataan buku-buku di kantor kepala sekolah atau di ruang guru, keteraturan rak-rak buku di perpustakaan, kebersihan kamar kecil, penempatan barang-barang yang tampak teratur rapi, tanpa sengaja dapat menjadi perhatian siswa dan ditiru untuk diterapkan di rumah mereka. Oleh sebab itu, perlu sekali bagi sekolah untuk memperhatikan hal-hal yang kiranya dapat berpengaruh baik kepada siswa, meskipun tidak harus diajarkan atau dilatihkan dengan sengaja.
* Contoh kurikulum tersembunyi negatif:
Dari warga sekolah yang dapat ditiru oleh siswa mungkin berupa perilaku, antara lain cara berbicara guru yang nerocos dan sukar disela, atau tata tutur yang kasar dan menyakitkan, karena siswa sudah mempunyai pengalaman kurang baik untuk membuat sakit hati orang lain, maka dengan cepatnya mereka menirunya. Hal-ha1 yang berupa fisik, misalnya keadaan kelas yang kotor tidak teratur, membuat siswa makin lama makin memandang sebagai "hal biasa", sehingga mereka tidak merasa risih lagi melihat keadaan jorok dan tidak teratur. Sebagai contoh, jika di sekolah anak sudah terbiasa melihat kamar kecil kotor dan berbau, lama kelamaan tidak akan merasa “risih” ketika menghadapi kamar mandi yang kotor dan berbau.
Sebagai contoh lain, siswa tidak akan merasa bersalah (bahkan ingin selalu mengulangi) terlambat datang ke sekolah karena melihat guru-guru juga terlambat. Secara alamiah, manusia lebih senang melakukan hal-hal yang tidak baik dibandingkan dengan yang baik karena lebih mudah. Menganggur sambil berpangku tangan dirasakan lebih nikmat dibandingkan dengan mengatur buku agar tampak rapi, atau membantu guru menghapus papan tulis, mengambil ceceran sampah yang berserakan di lantai, dan sebagainya.
Perilaku teman sekolah yang dirasakan oleh siswa sebagai hal yang enak dan mudah yaitu membuat kepekan untuk disontek ketika ulangan, dapat merembet ke anak lain. Cara membuat kepekan pun dapat dipelajari agar tidak diketahui oleh guru.
Di dalam bukunya Curriculum, Perspective, Paradigm, and Possibility, seorang ahli kurikulum bernama Schubert (1986) menjelaskan pengertian kurikulum dalam uraiannya sebagai berikut: "In a very broad sense, curriculum studies refers to an area of inquiry in higher education that focuses on what is learned and should be learned in educative institutions and to a lesser (but not less important) extended to what is and should be learned in non institutionalized educational situation". Dari pengertian yang luas tersebut kemudian oleh Schubert diciutkan menjadi "semua mata pelajaran yang tertera di dalam struktur program sekolah, dan lebih sempit lagi hanya mata pelajaran yang tertera di dalam jadwal pelajaran, dan dalam pengertian yang paling sempit hanya menunjuk satu mata pelajaran tertentu saja.
Untuk tidak ada kesan bahwa yang disampaikan hanya pengertian menurut teori ahli-ahli dari luar saja, berikut dicuplikkan sedikit mengenai pengertian kurikulum di Indonesia.
1. Kurikulum merupakan “rambu-rambu” untuk menjamin mutu dan kemampuan sesuai dengan program studi yang ditempu (Kemmendiknas No. 045/U/2002). Pengertian ini mengartikan kurikulum sebagai pedoman (rambu-rambu) penyelenggaraan pendidikan.
2. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar (SK Mendiknas No. 232/2000). Pengertian ini mengartikan kurikulum sebagai (a) rencana dan pengaturan; (b) tentang isi, bahan pelajaran, serta cara yang digunakan.
3. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan berdasarkan standar pendidikan tentang kemampuan dan sikap, marten serta pengalaman belajar, dan penilaian yang berbasis pada potensi dan kondisi peserta didik (Pedoman Sosialisasi KBK, Direktorat PAK, 2004). Pengertian ini mengartikan kurikulum harus menjadi mutu dan kemampuan lulusan, agar sesuai dengan standar tertentu.
Uraian tentang kurikulum dan proses manajemennya baru dibahas mulai bab III. Namun untuk menyambung pengertian kurikulum dengan aplikasinya di sekolah, dapat dijelaskan sedikit bahwa yang berlaku di Indonesia sampai tahun 2006 adalah sentralistis, dan sesudah itu diberlakukan kurikulum yang disusun sendiri oleh sekolah dalam bentuk Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum sentralistis artinya bahwa kurikulum rencana untuk pengalaman bagi peserta didik tersebut disusun di Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan berlaku untuk semua sekolah dengan jenis dan jenjang yang sama, sedangkan KTSP disusun di masing-masing sekolah, dengan acuan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) yang disusun di pusat. Untuk jelasnya, pembicaraan tentang sentralisasi kurikulum dan KTSP ini akan dipisahkan dalam bab-bab tersendiri, yaitu tentang struktur program sekolah. Uraian tentang perkembangan kurikulum dari waktu ke waktu itu adalah sangat penting, untuk menghilangkan kesan masyarakat bahwa “ganti menteri ganti kurikulum”.
D. PENGERTIAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
Dan pengertian yang paling sederhana bahwa kurikulum adalah pengalaman yang diberikan kepada peserta didik agar menjadi pribadi unggul yang mampu mandiri, maka kurikulum harus tidak terlepas dari masyarakat di mana para lulusan akan menjalani kehidupannya. Di sisi lain, masyarakat sendiri selalu berubah dengan cepat. Untuk menyiapkan lulusan supaya mampu hidup di masyarakat dengan tenang dan nyaman, diperlukan kurikulum yang dinamis dan selalu mengikuti perkembangan masyarakat. Sebagai contoh, apabila di masyarakat tumbuh dengan pesat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), maka kurikulum sekolah juga harus mampu mengikuti perkembangan IPTEK tersebut. Dengan demikian maka pengembangan kurikulum merupakan suatu keharusan. Istilah pengembangan sendiri dapat diartikan dengan beberapa makna, antara lain penyusunan awal dalam arti pembuatan, perubahan, perbaikan, Perluasan, pembaharuan, dan penyempurnaan/ Yang penting dalam hal ini adalah bahwa hasil dari pengembangan adalah adanya perubahan.
Bertitiktolak dari pengertian kurikulum bahwa bukan hanya sebatas pada dokumen yang berisipengembangan kurikulum juga meliputi banyak aspek yang berkaitan dengan pengalaman yang disiapkan oleh sekolah. Hal-hal yang disiapkan tersebut meliputi: materi pelajaran, buku sumber, alat pelajaran, alat peraga, dan lain-lain keperluan yang menunjang keterlaksanaan pemberian peagalaman tersebut, maka pengembangan kurikulum dapat diartikan sesuai dengan keperluannya. Pengalaman tersebut akan dijadikan bekal mereka dalam mengarungi kehidupan, untuk menyongsong masa depan yang kadang-kadang belum dapat diramalkan akan terjadi seperti apa. Kurikulum tidak mungkin statis, karena selalu mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi.
Dalam beberapa buku kurikulum yang terbit di Amerika Serikat dan beberapa negara maju, pengembangan kurikulum dapat berupa perubahan dan penambahan, dari yang lingkupnya paling sempit sampai yang menunjukkan adanya gerakan yang sifatnya lebih frontal. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa ada lima macam perubahan kurikulum, dari yang paling sederhana - yaitu paling sedikit perubahannya - sampai pada perubahan yang paling besar. Dalam bab ini hanya dikemukakan ringkasan (sebagai pengantar) dari perubahan tersebut, dan uraian yang lebih luas disampaikan dalam bab tersendiri yang menjelaskan tentang pengembangan kurikulum.
Lima jenis perubahan yang dapat terjadi dalam pengembangan kurikulum adalah (1) subsritusi, (2) alterasi, (3) variasi, (4) restrukturisasi, dan (5) orientasi baru. Adapun penjelasan singkat adalah sebagai berikut:
1. Substitusi - adalah perubahan kurikulum hanya mengubah sarana pendukung saja, buka materi pelajaran yang harus diajarkan, misalnya mengganti buku sumber karena diyakini bahwa ada buku pelajaran karangan orang lain yang lebih lengkap dan lebih tepat. Dalam proses substitusi mini dapat juga terjadi guru menggunakan metode lain dengan alat peraga yang lain yang menurut pendapatnya lebih mudah dipahami oleh siswa.
2. Alterasi - adalah perubahan kurikulum, menyangkut pengelolaan atau pengaturan pembelajaran, misalnya mengubah alokasi waktu belajar. Sebagai contoh konkrit adalah adanya keperluan tambahan jam pelajaran untuk matapelajaran tertentu karena memang ada tuntutan dari luar. Ketika Depdiknas mengumumkan bahwa hanya ada 3 (tiga) matapelajaran yang diujikan dalam UAN, maka alokasi waktu atau jam belajar siswa untuk beberapa matapelajaran tersebut ditambah. Oleh karena jumlah seluruh jam tidak boleh bertambah, maka dengan sendirinya ada pengurangan jam bagi matapelajaran yang lain. Demikian juga ketika sekolah berpendapat bahwa siswa perlu ditingkatkan prestasi kemampuannya dalam berbahasa Inggris, maka guru-guru bahasa Inggris bertambah beban mengajarnya, diimbangi dengan pengurangan matapelajaran lain yang kiranya dapat disingkat penyajiannya.
3. Variasi - yaitu perubahan kurikulum dalam implementasinya di kelas, yaitu apabila guru berpendapat bahwa ada metode yang lebih baik untuk digunakan dalam pembelajaran. Sebagai contoh kongkrit, akhir-akhir ini guru-guru dihimbau untuk menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research untuk meningkatkan mutu hasil belajar. Dengan penerapan PTK ini berarti guru diharapkan menekuni metode yang mereka gunakan dengan pengamatan yang cermat terhadap proses penerapan metode tersebut, sehingga setelah melalui beberapa siklus, guru akan mempunyai model, pendekatan, atau metode yang diyakini baik, karena sudah diuji berkali-kali melalui siklus-siklus dalam PTK.
4. Restrukturisasi - berupa perubahan kurikulum yang menyangkut lebih banyak hal dibandingkan dengan alterasi atau variasi. Dalam restrukturisasi ini perubahan dilakukan terhadap materi, yang kemudian menuntut perubahan guru, tambahan sarana belajar dan tentu saja sumber bahan. Ada kalanya restrukturisasi ini juga diikuti dengan putaran guru dalam penugasan, menambah guru, atau kebalikannya ada guru yang dipandang tidak tepat lagi karena adanya pengurangan materi yang perlu diajarkan. Sebagai contoh kongkrit adalah hadirnya komputer yang dengan pesat menjadi raja dalam keperluan tulis menulis. Dengan hadirnya komputer tersebut, maka mesin tulis manual segera tergusur kedudukannya sebagai sarana menulis naskah, dokumen, pengarsipan dan lain-lain. Tentu saja tidak ayal lagi guru-guru mengetik yang tidak mau mengembangkan diri belajar meng-komputer segera diganti dengan guru-guru yang rajin dan kreatif.
5. Orientasi baru - yaitu perubahan kurikulum secara besar-besaran, bukan hanya materi yang harus diajarkan tetapi karena adanya tuntutan negara dengan adanya kebijakan baru. Sebagai contoh adalah setelah dilakukannya perubahan orientasi kurikulum yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan setelah diketahui adanya empat permasalahan besar dalam bidang pendidikan. Tentang hal ini akan dibahas dalam bab khusus tentang perubahan orientasi kurikulum dari subject matter oriented berubah menjadi output oriented dengan keluarnya kurikulum tahun 1975.
E. PENGERTIAN MANAJEMEN
Istilah "manajemen" sering dikacaukan dengan "administrasi" dan "pengelolaan". Yang jelas, manajemen dan pengelolaan merupakan dua kata sinonim, tetapi manajemen dengan administrasi mempunyai makna berbeda meskipun keduanya terkait satu dengan lainnya, karena administrasi merupakan bagian dari manajemen apabila administrasi tersebut diartikan sebagai pekerjaan ketatalaksanaan. Bagi para pembaca buku ini kiranya sudah tidak perlu disajikan bahasan panjang lebar tentang definisi dan makna manajemen karena sudah terlalu jelas pengertiannya. Dalam makna yang singkat dan sederhana, manajemen dapat diartikan sebagai: penataan atau pengaturan. Selanjutnya di dalam pembicaraan ini, manajemen diartikan seperti itu, sehingga akan muncul kata kata yang ditata atau diatur, siapa yang menata atau mengatur, kapan ditata atau diatur, dan sebagainya. Kedua istilah, yaitu penataan atau pengaturan, di dalam buku ini digunakan secara bergantian tanpa dibedakan artinya.
Berkenaan dengan pokok kegiatan yang yang dibicarakan dalam buku ini, yaitu manajemen kurikulum, agar sistematis, digunakan rumus umum kegiatan, yaitu rumus 5W + 1 H , singkatan dari What, Why, When, Where, by Whom dan How. Dalam pembahasannya, tentu tidak harus mengikuti urutan tersebut, tetapi dapat diikuti kaitan antar unsur-unsur W dan H-nya, disesuaikan dengan konteks pembahasan. Sebagai contoh, apabila dibicarakan tentang isi kurikulum, akan terkait dengan kapan ditata, oleh siapa, dan di mana (dalam arti di tingkat pusat, di daerah, atau di sekolah, disertai alasan mengapa demikian. Dalam hal ini penulis lebih suka memisahkan "why" dari deretan 5 W dan H dengan alasan mulai dari what sebetulnya perlu ditelusuri "ke-mengapa-
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar